Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Secara umum, sejarah Bali kuno sangat minim manuskrip sebagai rujukan untuk menguak mata rantai sejarah panjang pulau yg berjuluk pulau Dewata ini. Bisa jadi hal ini karena manuskrip sebentuk prasasti ataupunlontar-lontar kuno tersebut sangat disakralkan hingga tidak sembarang untuk bisa membaca dan mengkajinya.
Meski demikian, ditengah minimnya sumber rujukan tersebut tentu bukan berarti tidak ada sama sekali. beberapa diantaranya yg telah dikaji dalam sejarah sebut saja misalnya, Kidung Harsawijoyo, Kidung Ranggalawe, Kidung Sunda Usana Jawa dan Bali. Secara umum lontar-lontar tersebut berisi tentang raja-raja Majapahit mulai tahun 1293.
Pulau Bali jatuh ke tangan Majapahit pada tahun 1343. Kaum Bali Aga yg merasa telah dicurangi sebelum dan sewaktu perang, terus memberontak sehingga Sri Kresna Kepakisan yg ditunjuk Tribuwana Tunggadewi sebagai raja vassal (penguasa lokal atas tunjukan raja) ingin pulang ke Jawa dan berniat menyerahkan kembali mandat yg diterimanya. Sebagai seseorang yg berasal dari keluarga Brahmana Kediri, hatinya tidak tahan dengan pertumpahan darah yg dahsyat. Bukan tanpa alasan Tribuwana Tunggadewi memilihnya karena leluhur sang mantan Brahmana ini masih ada korelasi darah dengan wangsa Warmadewa, penguasa lama Bali.
Kresna Kepakisan disemangati Gajah Mada untuk tetap bertahta pada Bali. Ia menyuruhnya untuk merangkul orang Aga dengan mengkaji kebudayaan mereka. Setelah mengadakan riset budaya, ia menemukan kesalahan-kesalahannya dan melakukan tindakan yg patut dipuji sejarah. Pertama-tama, ia sembahyang ke pura Besakih, pura yg dimuliakan orang Aga, pada mana ia tidak pernah sembahyang sebelumnya. Kemudian ia mengadakan upacara kremasi yg megah untuk menghormati raja dan para bangsawan Bali yg gugur dalam invasi Majapahit dan memuliakan juga mereka sebagai leluhur, dan merekrut orang Aga dalam pemerintahan.
Sejak itu, pulau Bali berangsur-angsur aman dan terjadilah pernikahan adonan antara orang Aga dan orang Bali Majapahit. Bali menjadi pulau yg aman, bersatu, dan relatif sejahtera. Kejatuhan Majapahit ke tangan Demak pada abad ke XV yg diiringi oleh migrasi sebagian orang Majapahit ke Bali, justru membuat Bali mencapai kejayaan. Ia menjadi pulau merdeka yg bersatu dan mendapat limpahan kekayaan ide dan seni budaya yg dibawa para imigran dari Majapahit. Dan tokoh-tokoh akbar pun kemudian muncul, diantaranya yg paling terkenal merupakan raja Dalem Waturenggong.
Dalam sejaranya Dalem Watu Renggong, ia merupakan seseorang raja yg mementingkan persatuan. Panglima tertingginya merupakan mahapatih Ularan seseorang Aga yg masih keturunan mahapatih Bali jaman dinasti lama, Ki Pasung Grigis. Kekuasaan kerajan Bali Gelgel meliputi Blambangan, Lombok, dan Sumbawa. Berjalannya waktu, sehabis mangkatnya Dalem Waturenggong, Bali melemah. Para keturunannya tidak secakap sang raja bijak tersebut. Daerah koloni melepaskan diri satu persatu, bahkan Bali sempat diserang Mataram, era Sultan Agung, pada 1639. Namun invasi bisa dipukul Patih Jelantik Bogol secara dini pada pantai Kuta.
Pada akhirnya pada akhir abad XVII, karena sebab yg kompleks, Bali terpecah menjadi beberapa kerajaan. Kerajaan terbesar merupakan Buleleng yg beribu kota pada Singaraja, dengan raja legendaris Ki Barak Panji Sakti keturunan Patih Jelantik. Untuk mencegah agresi Mataram ke Bali, ia yg mewarisi cita-cita akbar raja-raja Bali sebelumnya, menginvasi Blambangan.
Pasukan Truna Goak-nya (pasukan adonan berbagai etnis yakni Wong Bali Aga, Jawa, dan Bugis) atau andai saja pada Indonesia-kan berarti Elang Muda berhasil menaklukkan Blambangan pada ujung timur Jawa. Kerajaan Mataram yg sedang berekspansi ke barat memandang musuh dari timur membuat posisinya terjepit, kemudian memutuskan memberi menandakan perdamaian.
Sebagai menandakan niat baik (perdamaian) Ki Barak dihadiahi seekor gajah Sumatra sebagai binatang tunggangan dan kesayangan oleh Mataram. Sejatinya Ki Barak, ia yg kehilangan putra kesayangannya dalam pertempuran Blambangan, telah kehilangan semangat. Kesedihan membuatnya menarik diri dari kehidupan duniawi dan kemudian hidup bagai seseorang pertapa. Ambisi dan harapannya diwariskannya kepada iparnya yg cakap, Anak Agung Putu, raja Mengwi yg kerajaannya kedua terbesar sehabis Buleleng. Ia menjalin persahabatan dengan bangsawan-bangsawan Blambangan yg pro Bali, tidak menjalankan pendudukan.
Pada akhirnya "Lelanang Jagat" pada pulau Jawa merupakan Belanda. Dan disinilah terjadi korelasi unik antara Belanda dan Bali. Masa terpecahnya Bali merupakan lembar suram dalam sejarah Bali. Kerajaan-kerajaan saling bersaing secara militer. Perang tidak hanya terjadi antara kerajaan, tapi bisa terjadi antara kerajaan dengan sebuah desa yg kuat yg bisa jadi akan menjadi kerajaan andai saja bertumbuh.
Dalam sejarahnya pada masa tersebut, raja-raja Bali mengekspor orang-orang yg tidak mampu membayar hutang kepada raja, para penunggak pajak, para pemberontak taklukkan, dan para prajurit musuh yg tertangkap sebagai budak. Ya, budak merupakan ekspor utama Bali selain beras kala itu. Bali menjadi pusat penyuplai budak belian.
Sebagian budak belian Bali itu sebenarnya bukan orang Bali saja tapi juga orang-orang dari dari pulau-pulau pada timurnya, yg dijual dengan mediator lanun dan orang bahari Bugis. Karena berpengalaman militer, budak asal Bali banyak yg direkrut sebagai tentara kolonial dalam politik ekspansinya. Pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan banyak buruh Tionghoa untuk bertambang pada Sumatra, bekerja pada Batavia, dan tempat-tempat lainnya.
Mula-mula yg datang hanya kaum prianya saja sehingga mereka terpaksa menikahi budak-budak belian. Mereka cenderung menentukan budak dari Bali dan Nias dengan pertimbangan bahwa mereka mau memasak daging babi. Sebagian lelaki dan perempuan Bali pada masa ini jatuh bagai pariah (masyrakat yg terpinggirkan atau gelandangan) dan mereka ada yg diekspor hingga jauh ke Afrika, ke Bourbon (kini disebut l'ile de Runion ), pulau koloni Perancis.
Batavia jaman dulu merupakan tempat bertemunya berbagai ras dan suku. Orang dan budaya Betawi terbaru merupakan hasil perpaduan berbagai suku, ras, dan budaya. Pengaruh kebudayaan Bali pada kebudayaan Betawi antara lain tari Ondel-Ondel yg diinspirasikan oleh tari "Barong Landung" (patung tinggi akbar dari kertas dan bambu berbentuk manusia yg ditarikan) serta pemakaian akhiran in dalam bahasa Betawi. Misalnya main(-in), dimandi(-in), dikadal(-in).
Pada akhirnya orang Belanda berhenti mengekspor budak Bali karena mereka kerap berontak. Dan pemberontakan terbesar merupakan pemberontakan Untung Suropati. Sebuah sumber menyatakan bahwa Untung pernah menjadi budak keluarga Pieter Cnoll, seseorang pedagang kepala dalam organisasi VOC pada Batavia. Saat Pieter Cnoll meninggal 17 Pebruari 1672, Untung, yg disebut sebagai budak kesayangan yg antara lain bertugas membawakan payung, dilimpahkan kepada Cornelis Cnoll, putera tertua Pieter yg bengal. Cornelis rupanya kelewat bengis hingga membuat sang budak sakit hati dan lari.
Menurut sumber lain, seseorang militer Belanda / VOC bernama Kapten Van Baber dalam tugasnya memperoleh budak yg bagus rupanya. Ia dikabarkan seseorang keturunan bangsawan Bali. Setelah Van baber dipindah ke Batavia pada mana suatu ketika ia kesempitan uang, budak tersebut dijual kepada kenalannya yg kaya dan cukup terpandang pada Batavia yg bernama Edeler Moor.
Edeler Moor dikabarkan sangat senang memperoleh budak ini. Ia berkeyakinan bahwa dengan adanya budak tersebut, ia bertambah maju, baik kekayaan maupun kedudukannya. Sebab itulah sang budak diberi nama Untung.
Karena keyakinannya itu maka Untung diangkat sebagai anak dengan tugas sehari-hari menemani anak Edeler Moor yg bernama Suzanne. Karena itulah kedudukan Untung pada kalangan budak dan keluarga Edeller Moor ditinjau cukup tinggi. Sebagai anak emas dari Edeler Moor.
Rupanya Suzanna jatuh hati dan mungkin juga Untung. Dikabarkan bahwa kekayaan Edeler Moor mengalir ke tangan Untung melalui Suzanne. Oleh Untung kemudian kekayaan tersebut dibagi-bagi kepada para budak dan orang lain. Nama Untung tentunya makin melambung.
Akhirnya Suzanne dan Untung menikah. Mungkin karena sebab perkawinan atau mungkin karena kekayaan Edeller Moor mengalir ke luar maka Edeler Moor marah. Untung ditangkap dan dipenjara. Sementara Suzanne dikirim untuk ad interim ke sebuah pulau pada Teluk Jakarta kini. Suzanne meninggal pada pengasingan tersebut namun melahirkan anak yaitu Robert tanpa sepengetahuan Untung. Untung berhasil kabur dari penjara dan sejak itulah ia bergabung dengan kaum pemberontak untuk melawan VOC.
Penjajahan Belanda memang meninggalkan banyak sejarah dan kisah, pada antaranya merupakan kisah romatis, percintaan antara Suzana dan Untung Suropati keliru satunya. Kisah Suzana dengan Untung Suropati memang amat sulit untuk dibedakan mana yg sejarah dan mana yg legenda. Kisah yg beredar menceritakan demikian romatisnya korelasi antara Untung, lelaki pribumi, dengan kekasihnya, Suzanne, seseorang wanita yg dikatakan orisinil berdarah Belanda.
Bagai Spartacus pada jaman Romawi, ia mengumpulkan para budak dan gelandangan Bali untuk membentuk gerombolan yg kerap menyerang patroli dan kepentingan-kepentingan VOC. Ia diburu oleh kapten Ruys namun perwira ini malah menawarinya menjadi serdadu Belanda seperti banyak budak Bali lainnya. Saat itu Belanda sedang berupaya menaklukkan Banten. Untung dan kawan-kawannya bersetuju. Setelah dilatih militer, karirnya terus menanjak hingga mencapai pangkat Letnan.
Suatu ketika Untung beserta pasukannya ditugaskan melucuti senjata Pangeran Purbaya, seseorang pangeran dari Banten pada kurang lebih daerah Gunung Gede, Jawa Barat yg berniat menyerahkan diri. Namun Purbaya ini hanya mau menyerah kepada tentara kolonial pribumi. Dalam upacara penyerahan diri ini, pasukan Belanda totok pimpinan Vaandrig Kuffeler bersikap arogan dan memperlakukan sang pangeran dengan kasar.
Untung tidak terima dengan hal ini dan terjadilah pertengkaran antara dua elit pasukan pelucut ini yg kemudian berujung pertempuran. Pasukan Untung menghancurkan pasukan Kuffeler pada sungai Cikalong pada 28 januari 1684. Untung dan pasukannya pun lalu dianggap desersi sehingga tentara VOC terus memburunya.
Pangeran Purbaya akhirnya menyerahkan diri kepada VOC pada Tanjung Pura (dekat Karawang) dan menitipkan sang istri, Gusik Kusuma pada Untung untuk diantarkan pulang ke rumah orangtunya pada Kartasura. Dalam pelarian menuju Kartasura berkali-kali Untung menghancurkan tentara VOC.
Menurut kabar, Untung kemudian kawin dengan Gusik Kusuma, isteri Pangeran Purbaya. Apakah sebelumnya Gusik Kusuma telah jatuh cinta kepada Untung dan sebaliknya, dan alasan Pangeran Purbaya menyerah dan menitipkan istrinya pada Untung, sejauh ini ada informasi yg jelas.
Adapun nama Surapati pada belakang nama orisinil Untung sendiri merupakan nama sematan dari sultan Cirebon pada tahun 1685 karena berhasil membantu menumpas gerombolan perampok pimpinan Surapati yg meresahkan Cirebon. Penumpasan ini merupakan dalam masa pelarian Untung ke Kartasura, karena tidak mau mengambil resiko atas kehadiran untung berlama-lama pada Cirebon yg berimbas padatindakan militer VOC terhadap Cirebon. Maka kemudian atas saran sultan Cirebon, Untung Surapati kemudian melanjutkan perjalanan ke Kartasura melalui Banyumas.
Di Kartasura Untung disambut sebagai pahlawan oleh banyak petinggi istana. Bahkan atas lobi mertuanya, Sunan Amangkurat I Mataram mengangkat Untung Surapati sebagai bupati Pasuruan. Sambil menjalankan pemerintahan dengan gelar Adipati Wironegoro, Untung tetap berperang dengan Belanda. Pada tahun 1699, kekuasaannya telah mencapai Madiun. Sedangkan Blambangan dibawah pengaruh Mengwi dan daerah Mengwi bahkan telah mencapai Probolinggo. Terbentuklah aliansi antara Untung Suropati, Blambangan, dan Bali (Mengwi).
Mataram bergejolak, Pangeran Puger merebut tahta dibantu oleh VOC dan memakai gelar Pakubuwono I . Amangkurat III, tidak terima dan bergabung dengan pasukan Untung Surapati pada Pasuruan. VOC kemudian bersekutu dengan kekuatan Cakraningrat II yg merasa kekuasaannya pada Surabaya dan Madura terancam oleh aliansi Untung Suropati. Gabungan tentara VOC, Pakubuwono, dan Madura lambat laun mendesak Untung Suropati.
Amangkurat III memutuskan untuk menyerah kepada Belanda. Kemudian Belanda meneruskan agresi ke jantung pertahanan Untung pada Pasuruan sehabis satu persatu merebut benteng-bentengnya. Dalam pertempuran Bangil, 1706, Untung Surapati gugur. Gugur sebagai seseorang raja bukan sebagai budak. Perjuangannya diteruskan oleh istri dan anak-anaknya, walau perlawanan mereka tidak segemilang Untung.
Ketika aliansi Blambangan, Untung, dan Mengwi berada pada puncak kejayaan, Mengwi melantik Mas Purba dengan gelar Pangeran Danurejo sebagai raja Blambangan pada 1697. Ia mempunyai dua istri. Istri pertamanya merupakan keliru satu putri Untung dan istri keduanya merupakan putri dari Mengwi. Ia meninggal pada tahun 1736, jauh sehabis kematian mertuanya Untung Surapati. Ia digantikan anaknya dari istri pertama yg bernama Mas Nuyang atau Mas Jingga dengan gelar Danuningrat.
Walaupun diangkat oleh Mengwi, ia merasa lebih nyaman bergabung dengan VOC yg menurutnya lebih kuat. Kemudian ia membunuh Rangga Satata, perwakilan Mengwi, dan melarikan diri dari Blambangan untuk meminta perlindungan VOC. Karena ia cucu Untung Suropati, VOC setengah hati menerimanya dan cenderung mengabaikannya. Ia kembali ke Blambangan dan ditangkap oleh pasukan Mengwi, dibawa ke Bali, lalu dieksekusi pada pantai Seseh pada 1764.
VOC akhirnya menyerang Blambangan melalui Banyualit pada 1767 dan merebutnya dari penguasaan Mengwi dengan mudah. Wong Agung Wilis, anak Danurejo dari istri kedua kembali dari Mengwi. Ia pertama-tama mengaku mau bekerja sama dengan VOC dan diijinkan tinggal pada rumah saudara tirinya Pangeran Pati. Tapi dengan diam-diam, dengan popularitasnya, ia mampu menggoda rakyat Blambangan dari berbagai etnis untuk berontak melawan Belanda.
Tentaranya terdiri dari orang Bugis, Mandar, Tionghoa, dan Bali. Dengan donasi finansial dari Mengwi, 6000 pasukan, dan persenjataan donasi Inggris pada tahun 1768 ia merebut benteng Banyualit. Di waktu yg sama wabah penyakit berjangkit dan menimbulkan ribuan korban nyawa. VOC mengurungkan niat merebut kembali benteng untuk ad interim. Akhirnya dengan donasi Surakarta dan Madura, pada akhirnya Agung Wilis berhasil dikalahkan lalu dibuang ke Banda.
Dari pengasingannya ia berhasi melarikan diri ke Seram, kembali ke Mengwi dan meninggal karena usia lanjut tahun 1780. Pada akhirnya, satu persatu kerajaan Bali ditaklukkan VOC. Buleleng yg didukung Karangasem, Klungkung, dan Mengwi bertahan selama 3 tahun, diserang 1846 dan benar-benar kalah dengan jatuhnya benteng Jagaraga pada 1849. Mengwi mengalami pelemahan sejak kekalahan pada Blambangan dan hasil konflik internal.
Pada akhirnya sebelum sempat berperang dengan musuh utamanya, VOC, Mengwi jatuh ke tangan Badung yg dibantu Tabanan dan tentara Bugis pada tahun 1891. Badung yg pada abad XVIII masih merupakan wilayahnya Mengwi, tidak memberikan perlawanan berarti kepada VOC dan jatuh lewat perang puputan tanpa strategi militer yg baik pada 1906.
Gianyar dan Bangli menentukan bernaung pada bawah kolonial Belanda tanpa kekerasan. Tabanan tidak membela Badung ketika diserang Belanda. Rajanya ragu antara menentukan berperang atau mengambil posisi seperti Gianyar. Ia bunuh diri beserta pangerannya dalam tahanan Belanda. Reputasi Tabanan diselamatkan putri raja, Sagung Wah, yg sempat menghimpun rakyat untuk berperang walau akhirnya hidupnya berakhir pada pengasingan pada Lombok. Dan yg terakhir Klungkung jatuh lewat puputan pada 1908.
Lah ada yg kelewat, tentu kisanak bertanya-tanya nasib Suzanna toh? Dikisahkan oleh sumber lain bahwa Suzanna mati muda. Ia melahirkan seseorang anak tanpa sepengetaguan Untung. Anaknya dengan Untung, yaitu Robert, dipungut oleh keluarga Jacob van Reijn.
Robert diceritakan jatuh cinta pada Digna yg ternyata merupakan puteri dari Commissaris Tack yg tewas dibunuh Untung. Tidak berbeda dengan kisah cinta Untung dengan Suzanna sebelumnya, Robert dan Digna pun juga sempat terpisah. Robert akhirnya melarikan diri sehabis mengetahui bahwa dirinya hanya anak pungut dan menjadi serdadu Belanda pada tanah Hindia. Sekian dan hingga jumpa pada tulisan selanjutnya. Nuwun.
Referensi :
Melati Van Java, 1898. Dari Boedak Sampe Djadi Radja, Penerjemah: F Wiggers, Penerbit: Albrecht & Co (Batawi, 1898, Tebal: 402 hal (Jilid 1 dan 2) dikutip oleh nova christina/Litbang Kompas dalam Kompas Sabtu, 16 Agustus 2003
Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap Kolonialisme. Editor Sartono Kartodirdjo. Departemen Pertahanan Kemananan Pusat Sejarah ABRI, Jakarta.Mattulada, 1992. Makassar Dalam Sejarah. Hasanuddin Press University. Makassar.
Willem Remmelink, 2001. Perang Cina. Penerbit Jendela, Wates, Jogyakarta.
Hamid Basyaib, 2002. Cornelia, Drama Janda Batavia, 5/10/2002, Yayasan Aksara, Jakarta (via browsing)