Selamat datang kembali kerabat perkerisan, semoga kalian nir bosan mampir ke sini. Seperti kepada judul kepada atas serta menyambung tulisan sebelumnya kepada perkerisan ini, kembali ingin mengenal satu bahasa yang mungkin nir asing kepada telinga kita semua. Terlebih bagi kita yang Wong Jowo. Iya, Ruwat. Bagi kerabat perkerisan yang masih asing memakai bahasa ini.
Kata Ruwat berasal dari Bahasa Jawa yang berarti divestasi; melepas; membuang; kesialan. Dengan pemahaman mirip itu, maka secara harfiah, meruwat artinya membuang kesialan. Sama halnya meruwar tempat tinggal artinya membuang kesialan yang terdapat kepada tempat tinggal tersebut. Namun sebenarnya makna yang terkandung kepada dalam ruwatan bukan sekedar membuang dalam artian fisik serta wadag saja. Muara dari semua proses yang dilakukan adalah ketenangan diri dari penghuninya. Dengan demikian meruwat tempat tinggal, bearti meruwat jiwa para penghuninya menuju kedamaian serta ketentraman.
Rumahku, Surgaku. Ungkapan ini sudah sangat sering kita dengar. Semua persoalan yang membelit diri kita pun bermula dari kawasan tinggal kita. Dengan dasar ini pula setiap orang berusaha membuat kondisi rumahnya senyaman mungkin sehingga betul-betul mampu menjadi surga bagi kita yang meninggalinya.
Meski secara terpola tempat tinggal tempat tinggal pula dibersihkan serta didandani mirip mengubah perabotan atau desain interiornya. Namun selama ini yang mendapatkan perawatan cenderung hanya bentuk fisik. Padahal bukan mustahil tempat tinggal kita pun dihuni sang makhluk lain yang tak kasat mata. ruangan yang dibiarkan kosong dalam jangka waktu lama sangat mungkin telah terdapat penghuninya, semacam jin atau lelembut lainnya. Belum lagi jikalau memang terdapat orang yang sengaja mengirimkan makhluk halus ke tempat tinggal kita memakai tujuan mencelakai kita, supaya tempat tinggal tangga kita nir tenteram, atau bahkan mungkin supaya urusan ekonomi kita musnah.
Disinilah mengapa ruwatan tempat tinggal menjadi urgen untuk dilakukan. Ruwatan tempat tinggal bertujuan untuk membersihkan tempat tinggal kita dari pengaruh negatif, termasuk membersihkan kemungkinan makhluk gaib yang bersemayam kepada tempat tinggal kita sehingga mengganggu ketentraman penghuninya.
Tradisi meruwat tempat tinggal sebenarnya sudah berkembang sejak lama dalam budaya rakyat kita, khususnya Jawa. Deperti halnya ritual lainnya, meruwat tempat tinggal pula dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah pendeteksian gangguan mirip apa yang terdapat kepada tempat tinggal tersebut. Kita ambil contoh, jikalau dalam tempat tinggal itu selalu terdapat sengkolo atau sial yang menimpa penghuninya, selalu terdapat yang sakit atau bermasalah memakai ekonomi. Maka sangat mungkin kepada tempat tinggal itu terdapat kekuatan gaib yang menimbulkan sial itu kepada penghuninya. Atau dalam bahasa lain tempat tinggal tersebut beraura negatif.
Tentang aura negatif ini berbagai bentuknya. Bisa berupa makhluk halus atau hawa negatif. Misalnya saja karena penghuninya sering bertengkar serta mengeluarkan kata-kata kotor. Dalam poly literature menjelaskan, ucapan yang kotor mampu menghipnotis lingkungan sekitarnya. Bisa pula letak bangunannya yang keliru. Menurut petung (perhitungan) Jawa, membangun tempat tinggal harus diubahsuaikan memakai calon penghuninya. Seperti halnya dalam budaya China yang kita kenal memakai Feng Shui.
Disamping itu, factor lokasi atau tanah pula sangat berpengaruh. Ada kawasan-kawasan yang sejak awal sudah didiami makhluk halus atau jin. Orang umum atau yang nir dibidangnya tentu poly nir tahu jikalau tanah tempatnya membangun tempat tinggal adalah lokasi kerajaan lelembut. Terlebih tanah kepada perkotaan. Sudah umum poly lokasi yang dulunya makam, namun kemudian digusur serta dijadikan lokasi perumaham.
Bicara tentang pengaruh bagi penghuninya sangat bermacam-macam sekali. Contohnya, penghuninya menjadi nir betah tinggal kepada tempat tinggal. Atau usahanya seret. Suami yang menduakan atau istri kepincut pria lain. bagi pegawai, mungkin susah mendapatkan promosi jabatan. Lebih parahnya lagi jikalau penghuninya kemudian sakit-sakitan. Semua itu berawal dari kondisi tempat tinggal yang secara metafisis nir sehat karena adanya aura negatif yang mengelilinginya.
Dan yang terakhir, kapan sebaiknya ruwatan itu dilakukan. Tidak terdapat jangka waktu khusus. Ruwatan dilakukan didasarkan memakai kebutuhan. Jika merasa tempat tinggal nir lagi menjadi surga, urusan ekonomi mentok, ketika itulah yang tepat untuk melakukan ruwatan. Akhir kata sekian dulu tulisan singkat ini serta semoga bermanfaat bagi kita semua. Wassalam