Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Wong Jowo nggone semu. Orang Jawa ahlinya perlambang. Begitu ungkapan yang konon pas untuk menggambarkan gambaran manusia Jawa. Yang tidak suka menaruh sesuatu secara gamblang, melainkan membalutnya beserta menggunakan pasemon, atau sebuah perlambang. Terutama tentang ajaran kehidupan.
Seliain itu, dalam kebudayaan Jawa terdapat istilah Candra. Candra ini setidaknya memiliki dua arti, pertama ialah bisa berarti bulan. Sedangkan yang ke 2 ialah perumpamaan. Berkaitan beserta Candra yang akan berkaitan beserta judul tulisan ini kita memakai istilah Candra yang berarti perumpamaan.
Tulisan yang saya bagikan ini memang tidak awam, kebetulan saja mendapatkan ini dalam primbon yang saya alih bahasakan seperti dalam tulisan ini. kenapa saya katakan tidak awam, kalau candra (seni melihat watak) perempuan itu ialah lumrah, lah ini candra para peminum. Meski demikian, semoga tulisan ini bisa menambah wawasan buat kita sekalian.
Saya yakin kisanak semua bukan peminum (keras), toss dulu!
Seperti pada judul di atas, yang akan kita bincang kali ini ialah seni melihat watak bagi seorang peminum. Candrane Wong Nginum (perumpamaan orang minum-munuman keras) sudah ada semenjak jaman bopo biyung. Pengibaratan ini, sebenarnya relatif sederhana, hanya melihat dari takaran yang ia minum. Sebut saja takaran tersebut sloki (gelas kecil). Ketika orang minum minuman keras, hingga mabuk, menurut pandangan budaya Jawa ada 10 macam :
Eka Padma Sari
Eka = Satu, Padma = Bunga, Sari = Sari bunga Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak satu sloki dicandra Eka Padma Sari yang berarti Tampak Seperti Kumbang Yang Mengisap Madu. Kenikmatan minum benar-benar dirasakan, sehingga memancing cita-cita untuk suatu waktu menikmati lagi. Candra semacam inilah yang dijadikan pula oleh mereka yang mengajak temannya meminum minuman keras di awal pengalaman.
Dwi Amartani
Dwi = dua, Marta = rendah hati / sabar / merendahkan diri, Amartani = membuat dirinya berposisi di bawah orang lain. Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak dua sloki dicandra akan menjadi orang yang mudah disuruh orang lain untuk melakukan hal-hal apa saja.
Tri Kawula Busana
Tri = Tiga, Kawula = Rakyat / budak, Busana = Pakaian Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak tiga sloki dicandra seseorang yang melupakan derajat dirinya lantaran pakaiannya. Jika pakaiannya bagus, maka ia merasa layak untuk duduk sejajar beserta orang yang jabatannya lebih tinggi. Dalam ajaran Jawa (dulu), kedudukan majikan beserta batur (abdi) sangatlah nyata. Jauh sekali gap-nya. Lihatlah budaya ngesot kalau mau sowan ke bendara. Dalam urusan beserta minum-minuman keras, sang abdi ini bisa melupakan unggah-unggah (sopan santun derajat / kasta) yang ada. Tak peduli ia berasal dari lapisan yang bawah, bila berpakaian bagus maka ia merasa sudah sederajat. Dalam nasehat Jawa, pada takap minusm tiga sloki inilah biasanya orang mulai mabuk. Mulai kehilangan kesadaran.
Catur Wanara Rukem
Catur = Empat, Wanara = Monyet, Kera, Rukem = nama butir (mirip kersen/seri). Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak empat sloki dicandra perilakunya mirip beserta monyet yang menemukan butir rukem. Dalam sebuah komunitas monyet yang menemukan butir-buahan akan timbuh kegaduhan. Berebutan. Saling sikut & sebagainya. Kondisi sudah semakin tak terkendali.
Panca Sura Panggah
Panca = Lima, Sura = Berani, gagah, Panggah = kokoh (dalam pendirian). Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak lima sloki dicandra menjadi orang yang tak takut kepada siapapun, tidak malu berbuat apapun (termasuk perbuatan jelek, porno, lekoh dsb). Rasa malu sudah hilang.
Sad Guna Weweka
Sad = Enam, Guna = Faedah, Weweka = Hati-hati, waspada. Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak enam sloki dicandra menjadi orang yang (seolah-olah) waspada. Jika melihat orang lain berbicara kepadanya seolah-olah orang tersebut sedang menjelek-jelekkan dirinya. Tak ada omongna orang lain yang diklaim baik, semua ialah membicarakan kejelekan dirinya.
Sapta Kukila Warsa
Sapta = Tujuh, Kukila = Burung, Warsa = Hujan Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak tujuh sloki dicandra seperti burung yang kehujanan, kedinginan, menggigil. Orang ini akan berbicara tak keruan, meracau. Dalam bahasa Jawa orang ini ngromed , berbicara sendiri tak jelas maksudnya atau mengeluarkan apa saja dari bibirnya.
Astha Kacara-cara
Astha = Delapan, Kacara-cara = Berbicara semaunya, menghina. Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak delapan sloki dicandra menjadi orang yang suka berbicara sesuka sendiri, menghina siapa saja yang ada di depannya. Menghinanya bukan lantaran dipikirkan, namun kata-kata itu keluar seenaknya saja. Bicara tak terkontrol terhadap orang lain, siapapun itu.
Nawa Wagra Lapa
Nawa = Sembilan, Wagra = Harimau, Lapa = Lesu, sengsara Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak sembilan sloki dicandra seperti harimau yang kehilangan daya, tak berdaya, lunglai tak menyeramkan lagi.
Dasa Buta Mati
Dasa = Sepuluh, Buta = Raksasa, Mati = mati Seseorang yang meminum minuman keras sebanyak sepuluh sloki dicandra seperti bangkai raksasa yang sudah membisu. Menjadi sesuatu yang sudah tak berguna sama sekali. Saran dari Pitutur Jawa Mereka yang minum-minuman keras biasanya mulai mabuk pada takaran 3 sloki (berukuran ini tentu dulu-dulunya hasil dari pengamatan para menungsa wegig lan pinter).
Jika sudah melihat isi pitutur ini, diharapkan ketika sudah mulai beserta 3 sloki, masih ada kesadaran, gunakan untuk berfikir baik buruknya imbas ketika kuantitas minumnya akan ditambah. Bagi yang sudah berkeluarga tentu mengingat anak & istri akan menjadi jalan kesadaran. Jika masih lajang, mengingat lara lapa ngrumat (usaha sengsara & susah payah orang tua membesarkan kita) akan menjadi pengingat kita untuk tidak melanjutkan adat minum-minuman keras.
Bagi yang sudah punya karir, tentu taruhannya ialah karir & harga diri. Bagi yang sudah punya nama baik, taruhannya tentu nama baik. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan kebaikan. Namun semua pergi kepada diri sendiri. Hidup ini ialah pilihan merdeka. Nuwun.