Sebenarnya, sudah lama aku ingin menulis pengalaman mistis ini. Ketika kami menginap disalah satu hotel bintang 3 di Makassar setahun yang lalu. Namun, karena aneka macam kesibukan memenuhi undangan di luar kota dan aneka macam pertimbangan akhirnya baru kesampaian kali ini.
Cerita berawal dari ajakan seorang sahabat yang akan presentasi produknya dihadapan para pengurus masjid di Kendari, Sulawesi Tenggara. Namun, kami singgah dulu ke Makassar buat membeli beberapa kebutuhan yang lain buat kami paketkan ke kota Kendari.
Singkat cerita, kami tiba di Bandara Hasanuddin Makassar sudah menjelang sore. Dan atas kebaikan sahabat yang tinggal di Makassar ini kami dijemput saudaranya sekaligus dicarikan hotel buat menginap. Hotel tersebut, (maaf aku tidak sebut namanya) terbilang baru. Bisa dilihat dari interior yang hampir semua masih baru. Sore itu setelah kami membersihkan badan, malamnya cari makan berlanjut ke pantai Losari yang terkenal itu.
Malam itu juga, setiba dari dari pantai Losari waktu sudah menjelang tengah malam kami tidak langsung tidur. Sempat mengobrol sambil menikmati siaran keliru satu stasiun televisi swasta, aku merasakan suatu keanehan.
Kang (aku biasa panggil temanku, ismail), tampaknya ada yang datang di kamar mandi? kataku, setengah bercanda.
Ismail segera tanggap dengan perkataanku. Dia lalu mengambil HP-nya yang sebelumnya di charge.
Untuk apa? tanyaku.
Kita ambil fotonya, Kang! jawabnya. Dengan cekatan kang Ismail segera mengarahkan kamera HP ke kamar mandi. Ketika tombol dipencet, ketika itu juga tiba-tiba terdengar letupan. Anehnya lagi bohlam di kamar kami seketika padam, sedangkan saat kami keluar lorong hotel lampu tetap menyala.
Rupanya, makhluk gaibnya tidak mau difoto, Kang! kataku, setengah meledek.
Kemudian aku memeriksa yang akan terjadi jepretan Kang Ismail, aku lihat dilayar gambar hitam seperti 3 ruas jari menutupi lensa kamera. Kami saling pandang dengan bulu kuduk sedikit meremang sembari turun ke lantai dasar buat memberitahu petugas hotel karena kamar kami mati lampu.
Setelah petugas hotel memberitahu kami andai istilah kamar sudah siap, waktu itu sudah menawarkan jam 01 lewat. Kami langsung ke kamar dan berbincang sementara waktu dan Kang Ismail langsung pamit tidur. Sedangkan aku masih nonton TV sambil menunggu kantuk datang.
Anehnya, ketika aku sedang asik nonton program gosip di keliru satu stasiun swasta, tiba-tiba layar TV muncul sesosok pria gagah berpakaian kebesaran ala Kerajaan Gowa tempo dulu, dengan sorot mata tajamnya menatapku. Keruan saja aku sangat kaget seketika panik. Dalam kepanikan secepat kilat kuraih remote, dengan maksud mau mematikan TV. Tapi celakanya keliru remote. Bukanya remote TV malah remote AC. Tanpa pikir panjang langsung aku matikan TV lewat tombol powernya.
Meski hanya beberapa detik penampakan lelaki berpakain Kerajaan Gowa tidak ayal membuat aku penasaran, siapa gerangan ia?
Esok paginya setelah sarapan, kami mencari barang seperti yang aku sebutkan diawal tulisan ini di keliru satu toko sekaligus memaketkannya ke Kendari. Waktu masih terik-teriknya setelah makan siang sambil mengisi waktu luang mumpung di Makassar ini, kami sempatkan mengunjungi Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang.
Di Fort Rotterdam ini juga terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya terdapat banyak referensi wacana sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan kawasan-kawasan lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Ada jua penjara bawah tanah yang menjadi tempat tawanan dan penyiksaan para pejuang yang dilakukan oleh penjajah. Bahkan kabarnya, terdapat terowongan bawah tanah yang menghubungkan antara Fort Rotterdam dengan Benteng Somba Opu yang berada di Kab.Gowa terdapat disalah satu sudut benteng ini. Serta masih banyak lagi tempat bersejarah yang sayang buat tidak kita kunjungi kalau sedang berkunjung ke Kota Makassar khususnya di Fort Rotterdam ini.
Entah kebetulan atau bagaimana, siang itu saat kami melihat-lihat koleksi museum di Fort Rotterdam ini suasana sedang sepi. Mungkin bukan hari libur, di lantai atas museum inilah ada kejanggalan. Kang Ismail sedari tadi ngeloyor saja tampaknya ia tidak begitu tertarik dengan sejarah. Di tengah aku asyik menikmati koleksi museum, tiba-tiba dibelakangku lewat seorang lelaki setengah baya memakai pakaian norma.
Koleksi benda-benda pusaka ada di sana, Mas! istilah lelaki tersebut sambil menunjuk sebuah etalase sambil terus berjalan menuju ruangan yang lain.
Sebenarnya aku kaget dengan busananya, tapi tertepis dengan logika. Mungkin petugas museum yang memang diharuskan memakai busana demikian. Tapi wajahnya tidak asing. Aah, sudahlah pikirku.
Merasa sudah tidak tertarik lagi, akhirnya aku putuskan buat menuju pintu keluar dan kami langsung menuju hotel. Selepas isya aku turun kebawah karena ada sahabat yang tinggal di kota Makassar berkunjung dan kami ngobrol di lobby hotel. Belum pukul 10 malam sahabat aku balik dan aku pun bergegas naik ke kamar, saat mau ke lift aku bertemu dengan Kang Ismail dengan wajah terenggah-enggah, gugup dari tangga darurat. Melihat gelagat yang demikian akhirnya aku ajak ia ke lobby dan menyuruhnya menceritakan ada apa hingga ia gugup seperti itu.
Singkat cerita, baru saja ia terlelap akan tetapi terbangun karena ada yang mengetuk pintu kamar. Dia menyangka aku, ketika pintu dibuka ternyata kosong tidak ada siapapun. Akhirnya ia balik mapan tidur dengan posisi TV masih menyala. Tidak berselang lama pintu balik di ketuk-ketuk dan ia diam saja tindak menghiraukannya. Kembali pintu kamar balik di ketuk2 dan gagang pintu seakan ada yang mau membuka paksa. Kali ini ia yakin kalau yang datang aku, karena aku tidak membawa kunci elektronik kamar tersebut.
Dan benar saja, di lorong dekat lift terlihat seorang yang berpakaian norma Kerajaan Gowa dengan aksesoris lengkap berdiri membelakangi. Anehnya, pria itu mengenakan jubah putih dengan tutup ketua seperti pakaian orang Gowa. Kang Ismail merasa aneh dan merasa ada yang tidak lumrah. Dia berusaha menyapa orang tersebut dengan ada keperluan apa mengetuk pintu. Diam saja orang tersebut seperti tidak dengar.
Berbagai pertanyaan mulai merasuki pikiran Kang Ismail. Hatinya mulai merasa tidak enak, akan tetapi ia masih berusaha berpikiran positif. Sebelum ia menutup pintu, pria yang dihadapannya . menoleh dan mengucap salam, Assalamualaikum.
Sontak wajah pria berjubah putih itu terlihat oleh Kang Ismail. Subhanallah, ternyata wajahnya terlihat datar, tanpa ada mata, mulut juga hidung. Mukanya hanya terlihat polos, putih bercahaya persis seperti lampu taman yang berbentuk lingkaran.
Haa haan .haaann tuuuu Allaaahhu akbaaaar ! teriak Kang ismail kaget bukan kepalang. Mata Kang Ismail terbelalak seperti mau keluar. Tidak jadi menutup pintu akhirnya ia menerabas keluar kamar dan langsung menuju tangga dan berlari ke lobby dan berpapasan dengan aku. Sekian.