Berjabat tangan. Saya yakin setiap waktu melakukan tak sporadis atau bahkan melakukan aktifitas ini dalam keseharian. Baik berjabat tangan dengan tamu, dengan suami, istri, anak-anak, orang tua, & dengan orang yang baru kita kenal. Barangkali kerabat perkerisan pernah berjabat tangan dengan orang yang kulit tangannya tebal, terlebih orang yang baru kita kenal. Apa yang Anda pikirkan? Lantas masalahnya apa, salaman atau berjabat tangan dengan orang yang baru kita kenal? Tidak perkara kalau tangan kita halus, kalau kasar bagaimana? Jujur saja, hampir setiap kita waktu tangan kita kasar terkadang maupun membangun kita membangun malu?
Ya, diakui atau tidak terdapat sebagian orang yang merasa membangun malu utuk melakukan jabat tangan dengan orang lain yang baru dikenalnya dikarenakan telapak tangannya tebal & kasar. Mungkin, takut kalau-kalau dicemooh atau diejek atas kekasaran telapak tangannya, minimal membuahkan orang yang diajak berjabat tangan terperanjat kaget atas apa yang dirasakannya. Kondisi semacam ini sedikit poly membuahkan rendah diri bagi pemilik tangan tersebut. Sebab dari telapak tangan itu bisa diketahui nantinya jenis pekerjaan apa yang digeluti, strata sosial kemasyarakatan, & taraf ekonomi yang dimilikinya. Karena apa? Fenomena yang beredar pada rakyat masih banyaknya kamuflase guna menutup-nutupi keaslian siapa dirinya sebenarnya. Disamping itu, masih banyaknya budaya pada rakyat yang mendiskreditkan kelompok ekonomi golongan bawah & pekerja kasar.
Padahal sebenarnya ketebalan bagian kulit atau orang Jawa menyebutnyakapalen tidak hanya terletak dibagian telapak tangan saja. Bisa saja pada dahi, mata kaki siku, lutut, telapak kaki, malah bagi yang ahli bela diri terletak pada titik tonjolan punggung jari tangan atau lengan tangan bawah. Misalkankapalendi punggung jari tangan, ditimbulkan seringnya orang tersebut berlatih fisik dengan cara push up dengan tangan mengepal. Namun bilakapalendi telapak tangan bisa jadi orang tersebut menjadi pekerja kasar, seperti buruh bangunan, petani, atau apapun yang kesemuanya itu bekerjasama dengan seringnya ukiran telapak tangan dengan benda keras.
Mungkin inilah kelebihan & hebatnya kreasi Gusti Allah, semakin tak sporadis digunakan bukannya aus atau tipis, akan namun malah tebal & kuat. Beda dengan benda kreasi manusia, semakin tak sporadis digunakan usang-usang akan aus & habis. Dari implikasi produk kreasi ini saja sudah bisa terlihat bagaimana keMahabesaran Gusti Allah swt. Ternyata yang lebih menarik lagi,kapalenini terjadi tidak disembarang wilayah pada bagian kulit kita, namun hanya pada bagian-bagian langsung saja.
Kadang, orang itu membangun malu dengan kapalen pada tangan sehinggga membangun dirinya minder buat berjabat tangan dengan orang lain. Sebab takut kalau jati dirnya menjadi pekerja kasar atau buruh kasar diketahui orang lain. Sebenarnya perilaku & konduite seperti ini tidak harus dilakukan, & yang niscaya patut kita acungi jempol bagi orang yang bangga dengankapalenyang dimilikinya. Apalagi buat jaman mutakhir seperti kini ini, kita hampir sulit mencari tangan orang yangkapalen, lantaran sudah terdapat sarung tangan, pelembut kulit & indera-indera pendukung lainnya.
Sebenarnya, kalau kita merenugkan lebih jauh lagi,kapalentak ubahnya sebagi taraf keimanan seseorang menjadi akibatnya tercermin dalam kesungguhan melakukan ibadah & darma & penghambaan kepadaGusti Allahazza wa jalla. Oleh lantaran itu dalam taraf keimanan seseorang bila dilakukan terus menerus dalam menambah keimanannya, maka yang terjadi sepertikapalen. Di mana kulit tebalnya tidak praktis mengelupas & lecet sang ukiran-ukiran yang terjadi, bahkan dengan benda keras seperti besi, batu, & kayu sekalipun. Demikian iman, bila sudah tebal rasa keyakinan diri menjadi muslim terhadap Gusti Allahswt,tentu tidak akan praktis tergoyahkan.
Bila jadi pejabat atau jadi pegawai entah itu partikelir atau pemerintah, maupun harus berani berkata tidak & menolak segala sesuatu bentuk kecurangan, korupsi, manipulasi, & apa saja yang sekiranya melanggar adat. Hal yang paling mungil saja yang tak sporadis kita jumpai, tidak melakukan pengenthitan & korupsi jam kerja. Mestinya harus berani menolak hibahapapun kalau memang tidak kentara sumber-usulnya, termasuk sogok, suap, katabelece, surat sakti, persengkokolan niat jahat & lain sebagainya. Keberanian seperti ini kentara hanya dimiliki sang orang-orang yang kadar keimanannya kuat & andal, layaknyakapalenyang tidak praktis mengelupas atau lecet dengan ukiran-ukiran itu semua. Sungguh aneh & absurd saja, waktu yang mengaku beradab & diberi amanah jabatan yang konon orang terpilih masih melakukan itu semua lantas menutupi dengan sarung tangan kemunafikan & pelembut celoteh bahasa. Akhir kata, masihkah membangun malu pada tangan kita yang kapalen? Maturnuwun