Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Tulisan ini bukan pengalaman aku pribadi, akan akan tetapi kisah nyata yg dialami kolega dekat aku baru-baru ini. Belum terlalu lama. Belum genap sebulan yg kemudian, ketika dia serta seorang pegawainya hendak mengambil motor kisi-kisi-nya di Wates, Kulon Progo. Selanjutnya, nama sengaja aku samarkan serta aku ceritakan menggunakan gaya bertutur.
Kolega dekat yg punya pengalaman ini, sebut saja Cacuk (bukan nama sebenarnya), seorang pengusaha rental gokart kepada awalnya. Sekarang usahanya pun tak jauh dari mayapada otomotive, yakni variasi mobil. Malam itu, ia menggunakan Pendik, salah seorang karyawannya hendak mengambil motor kisi-kisi-nya di rumah mertuanya di Wates, Kulon Progo. Pendik yg ketika itu bertindak menjadi sopir mobil bak terbuka tadi.
Cacuk bisa dikatakan artinya seorang pengusaha yg cerdas serta bagak. Dia selalu mengutamakan hal-hal yg logis dalam segala permasalahan yg dihadapinya. Jika ada pernyataan yg nir sesuai logika, niscaya akan dibantahnya. Dengan kecerdasannya, Cacuk selalu bisa indikasi bahwa segala sesuatu itu niscaya sesuai akal. Berkat pemikirannya yg logis, dia terhindar dari berbagai macam percobaan penipuan yg dilakukan orang-orang yg pura-pura mau berbisnis dengannya.
Saat ini Cacuk yg duduk di samping Pendik nir banyak berbicara. Sepertinya dia merasa sangat capek seharian ini aktivitasnya sangat padat. Perjalanan balik tadi memakan waktu lebih dari satu jam sebelum mereka hingga di gerbang tol terdekat. Letak pabrik korelasi tadi memang di wilayah pinggiran, di mana masih banyak persawahan serta perkebunan lokal. Tambahan lagi kondisi jalan yg nir mulus menghasilkan bepergian mereka terasa nir nyaman. Pendik wajib mengendarai mobil tadi menggunakan ekstra hati-hati supaya nir banyak mengalami guncangan akibat jalan yg nir rata itu.
Malam itu hujan gerimis, mereka melintasi wilayah yg tampak seperti perkebunan kelapa. Suasana mendadak terasa mencekam. Entah kenapa Cacuk merasa merinding. Dia mencoba menenangkan dirinya. Cacuk kemudian memperhatikan jalan di depan mereka. Jalan yg gelap tanpa penjelasan itu seolah tak berujung. Pohon-pohon di sisi jalan tadi terlihat berkelebat terkena sorot lampu mobil mereka.
Tak begitu jauh di ujung jalan dekat tikungan, sorot lampu mobil mereka menerangi sesuatu. Sesuatu yg dari Cacuk nir lazim: seorang perempuan yg berpayung tampak sedang berdiri di sisi kiri jalan. Perempuan itu memakai baju seperti gaun panjang berwarna kuning. Warna yg sama menggunakan warna payungnya. Rambut perempuan itu panjang serta dibiarkan lurus tergerai menutupi wajahnya.
Cacuk merasa aneh. Dia bingung melihat ada orang yg berdiri di tengah kebun ini kepada jam seperti ini. Jam setengah dua belas malam.
Dia melirik Pendik yg terus berkonsentrasi mengemudi. Pendik sepertinya nir melihat perempuan itu atau dia memang mengabaikannya.
Cacuk yg merasa bertanya-tanya bermaksud melihat seperti apa rupa perempuan itu. Mungkin dia penduduk desa di sekitar tempat ini, perempuan yg sakit ingatan atau mungkin juga orang yg sedang stres. Maka dia menunggu hingga mobil mereka melintas tepat di depan si perempuan berbaju kuning itu.
Pendik terus mengemudi menggunakan mempertahankan kecepatannya, nir melambat akan tetapi nir juga bertambah cepat, mengingat kondisi jalan yg jelek.
Mobil mereka semakin mendekati tempat perempuan itu berdiri.
Begitu mobil tadi melintas tepat di depan si perempuan, Cacuk yg sedari tadi bertanya-tanya, langsung menengok ke arah perempuan itu.
Ketika Cacuk memandangnya, perempuan yg sedang menunduk itu mengangkat wajahnya. Mereka saling bertemu muka. Rambut perempuan itu seperti tertiup angin, tersibak memberitahuakn wajahnya.
Cacuk tercekat. Apa yg dilihatnya membuatnya terkejut bukan kepalang!
Cacuk melihat seorang perempuan menggunakan wajah kosong tak ada apa-apa di wajahnya. Tidak ada mata, hidung, bibir, atau apa pun. Kosong!
Perempuan itu bermuka rata!
Di tengah gerimis malam itu, Cacuk melihat sesuatu yg nir pernah dilihatnya sebelumnya. Membayangkan pun nir pernah. Anehnya, Cacuk seolah-olah bisa mencicipi kalau saat itu perempuan bermuka rata itu seperti sedang tersenyum mengejeknya. Perempuan itu seperti menyeringai walaupun jelas terlihat nir ada apa-apa di wajahnya.
Cacuk ketakutan. Perempuan itu niscaya bukan manusia! Tidak ada manusia berwajah seperti itu! Saking takutnya, Cacuk terdiam, nir mampu bergerak.
Mobil terus melaju melewati tempat perempuan itu berdiri.
Beberapa saat kemudian, barulah Cacuk bisa menggerakkan tubuhnya. Bayangan wajah yg kosong dari perempuan muka rata itu terus tergambar di benaknya. Seolah-olah mengikutinya, seolah-olah terus hadir bersamanya.
Cacuk nir berani menengok ke belakang biarpun mobil mereka telah berbelok serta semakin menjauh dari tempat perempuan itu berdiri.
Selama bertahun-tahun Cacuk nir pernah mencicipi ketakutan seperti ini dia yg dikenal menjadi orang yg cerdas, penuh logika, serta bagak, sekarang merasa begitu lemas. Merasa begitu takut. Keringat tampak terus bercucuran membasahi dahinya.
Pendik sepertinya nir memperhatikan hal itu. Dia terus berkonsentrasi mengemudi.
Cacuk yg belum bisa menghilangkan rasa takutnya hanya berdiam diri. Sosok perempuan bermuka rata itu menempel erat di pikirannya. Tubuhnya terasa lemas seolah-olah nir bertulang. Dia bahkan nir sanggup menggerak-gerakkan jari-jemarinya. Dadanya berdebar-debar kencang serta keringat dingin terus bercucuran di wajahnya. Padahal kaca pintu mobil di buka setengah, ditambah lagi saat itu sedang gerimis. Beberapa menit berlalu. Cacuk berusaha menenangkan dirinya.
Walaupun dia merasa nir sanggup untuk bergerak, Cacuk memaksakan diri berbicara bertanya kepada Pendik, Ka kamu tadi me-melihat perempuan berbaju merah yg me-memakai payung berdiri di pinggir jalan itu?
Tanpa mengalihkan pandangannya, Pendik mengangguk.
Cacuk tak bisa menahan rasa takut atas apa yg dilihatnya barusan. Dia menceritakan apa yg dirasakannya itu kepada Pendik.
Perempuan itu setan. Hantu. Aku melihatnya. Mukanya rata! Perempuan itu hantu bermuka rata! Kata-kata itu keluar begitu lancar dari mulutnya – Cacuk mengatakan itu menggunakan setengah berteriak. Dia histeris. Dia hampir mengguncang-guncang bahu Pendik seandainya saja dia nir ingat karyawannya itu sedang mengemudi.
Pendik terdiam, nir segera menjawab. Dia kembali mengangguk. Perlahan.
Aku juga merasa aneh, akan akan tetapi aku berusaha untuk nir menghiraukannya. Di wilayah sepi seperti ini memang bisa saja ada hal-hal yg aneh, sahut Pendik menengok sebentar ke arah Cacuk, bosnya. Si bagak itu tampak pucat pasi. Dia shock.
Pendik sering melintasi wilayah semacam ini kepada malam hari, jadi sepertinya dia bisa memahami apa yg dikatakan Cacuk. Dia sering mendengar cerita serta mendapatkan nasihat, jika sedang mengemudi melintasi wilayah-wilayah tertentu (atau yg biasa disebut angker), pengemudi wajib permanen waspada serta berkonsentrasi mengemudi. Apa pun yg dilihatnya jangan hiraukan. Sekarang terbukti menggunakan insiden yg dialami Cacuk.
Kamu pernah melihat perempuan itu sebelumnya? tanya Cacuk. Pendik mengangguk.
Kamu menengok ke arahnya? tanya Cacuk lagi.
Pendik menggeleng.
Cacuk terdiam. Suasana di dalam mobil menjadi hening.
Kurang lebih satu jam kemudian mereka hingga di toko yg merangkap bengkelnya di tempat Jalan Magelang tadi. Begitu mobil terselesaikan diparkir, Pendik segera mematikan mesin serta menunggu Cacuk keluar duluan.
Ndik! panggil Cacuk.
Bantu aku turun!
Pendik agak heran mendengar permintaan Cacuk. Namun demikian dia nir banyak bertanya. Dia segera keluar mobil menuju ke pintu kiri serta memapah Cacuk, membantunya keluar dari mobil.
Cacuk ternyata belum bisa menghilangkan rasa takutnya. Dia merasa lemas, badannya nir sanggup berdiri. Penjual nasi goreng yg setiap malam menempati parkiran tokonya yg melihat Pendik
memapah si pemilik toko segera bergegas menghampiri serta membantunya. Cacuk kemudian dipapah menuju tikar lesehan milik tukang nasi goreng. Dia selonjor tak berdaya. Selama beberapa hari sehabis itu, Cacuk wajib beristirahat dia mengalami demam.
Hingga kisah ini dituturkan, Cacuk masih belum bisa melupakanperistiwa itu. Terkadang dia senang menceritakan insiden yg dialaminya itu kepada orang lain entah dia mencoba untuk menakuti-nakuti versus bicaranya atau sekadar berbagi pengalaman saja. Hanya dia yg tahu. Selesai!