Setelah sekian usang mengendap kepada otak akhirnya kesampaian juga menulis kisah yang penuh rahasia kepada keliru satu hotel kepada Merak ini. Singkat cerita, saya berangkat dengan pesawat berasal Bandara Juanda Surabaya siang dan sempat ketinggalan pesawat sebab keasyikan merokok kepada keliru satu caf kepada bandara. Untungnya, saya masih dapat tiket lagi berasal penumpang yang cancel kepada penerbangan selanjutnya kepada Maskapai yang sama. Sore hari menjelang Manghrib barulah saya datang kepada Bandara Soeta Jakarta dan pribadi melanjutkan perjalan ke Merak, Banten dengan dengan travel yang biasa melayani rute Bandara Soeta-Cilegon yang telah saya kenal sebelumnya waktu saya ke Banten.
Karena jalanan macet dan mengantarkan penumpang lainnya terlebih dahulu, kurang lebih jam 10 malam saya baru hingga kepada sebuah penginapan kepada Merak, sebuah hotel tua yang pribadi menghadap bahari. Karena sangat capek, selesainya mandi dan memesan makan saya baringkan tubuh dan berusaha memejamkan mata sambil nonton TV yang memang muncul kepada fasilitas kamar atau dapat saya katakana bungalow tersebut.
Belum lelap sahih, gelagapan terbangun kerana bunyi Guntur membahana, rupa-rupanya gerah yang saya rasakan sebab cuaca lagi mendung meski pendingin ruangan saya nyalakan. Tak berapa usang memang sahih, hujan lumayan deras malam itu. Tak kurang berasal 1 jam hujan malam dan akhrnya reda juga. Karena besoknya saya muncul janji bertemu dengan seseorang ditambah lagi memang sungguh cape malam itu akhirnya saya berusaha buat tidur supaya besoknya terhimpun tenaga pergi.
Baru saja saya matikan TV saya dikejutkan sang bunyi kuda dan roda pedati yang bberuntun. Saya berdiri menyingkap tirai ventilasi, namun apa yang terdengar tidak sama yang terlihat. Ternyata bunyi kuda-kuda itu hanyalah bunyi, nir nampak sedikitpun muncul kuda yang berjalan. Didesak rasa penasaran, lagi pula logikanya mustahi muncul kuda dan pedati kepada pantai terbih kepada sebuah Hotel saya buka pintu dan keluar buat memastikan. Betul saja, kuda-kuda dan pedati yang ditarik fauna itu nir muncul. Yang terlihat hanya ombak yg berdebur kepada depan penginapan ini dan lampu-lampu kapal yang berlalu lalang melayari selat Sunda ini.
Saya pergi masuk ke kamar, kulihat jam kepada HP menujuk pukul 1 dinihari lewat. Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, saya rebahkan lagi dan berusaha masa udik kepada bunyi-bunyi barusan. Lagi-lagi belum sempat saya tertidur, bunyi kaki kuda dan bunyi berisik roda pedati itu pergi terdengar. Kali ini sepertinya berbalik arah. Bika tadinya dari saya berasal arah bunyi berasal timur menuju barat. Kali ini bir sebaliknya, berasal arah barat menuju timur. Spontan saya melompat berasal berasal kasur dab membuka tirai ventilasi lagi. Saya intip sumber bunyi itu dan kali ini permanen sama. Tidak terlihat sedikitpun sosok kuda, pedati juga Sang pengendara.
Saya pergi membuka pintu dan menghambur keluar penginapan. Saya arahkan pandanganku ke ragam arah. Tapi tidak satupun kendaraan dan kuda terlihat, selain selingan bunyi kelap-kelip lampu kapal dan sesekali membunyikan klaksonnya yang memekakkan telinga.
Suara apa itu barusan? Pikirku. Setelah beberapa waktu saya tercenung kepada teras penginapan, saya pergi masuk ke kamar. Belum sempat saya letakkan pinggulku ke bibir ranjang, bunyi itu pergi menggema. Kali ini bunyi kaki kuda itu diikuti ringkikan berasal fauna bertenaga besar itu. Buru-buru saya membuka pintu dan keluar kamar. Suara itu permanen hanya bunyi, nir terlihat muncul kuda-kuda. Jangankan pengendara atau kusirnya, ekor kudapun, tidak nampak olehku malam itu.
Sedikit jengkel dan mengumpat sendiri saya masuk kamar sekaligus me-recharge HP yang sempat saya lihat dilayarnya waktu telah memberitahuakn pukul 02.45 pagi. Suara telapak kuda dan roda pedati tidak terdengar lagi. Begitu juga denga ringkikan kuda yang menyesakkan telinga itu. Saya pergi melemparkan diri berusaha tdur. Mataku mulai tertutup dan rasa kantuk menggelayut hebat kepada otakku.
Belumlah lelap, saya dikejutkan lagi bunyi-bunyi itu dan kali ini sepertinya berasal arah timur lagi. Anehnya, telingaku sepertinya sangat tajam mendengar bunyi perlahan itu, kepada mana akhirnya bunyi itu makin membesar dan besar. Lagi-lagi sebab saking penasarannya saya pergi bangkit dan mengumpat bahasa khas Suroboyoan menyingkap gorden ventilasi kamar. Suara-bunyi itu datang-datang berhenti pas kepada depan bungalow saya menginap. Bulukudukku mulai merinding waktu bunyi keras itu datang-datang terhenti kepada depan penginapan saya.
Oh Tuhan, pemandangan kepada depanku sungguh suatu yang menggetarkan. Dua ekor kuda putih dengan pedati terlihat kentara berhenti kepada pantai persis kepada depan penginapan saya. Pedati berwarna kusam tembaga itu kepada huni empat orang. Seorang laki-laki menjadi kusir dan 3 orang wanita. Hal itu terlihat kentara sang bias lampu merkuri penjelasan hotel yang dipasang kepada sepanjang lokasi hotel. Tak ayal fenomena ini memproduksi saya menutup pergi gorden yang sebelumnya saya buka lebar-lebar.
Denga kasadmata, saya melihat kentara seseorang laki-laki setengah baya berbaju hitam dan dengan ikat kepala layaknya para jawara tempo dulu. Sementara 3 lagi berjenis kelamin perempuan, seseorang antara lain bergaun kebaya hijau tua dengan dengan jarit batik dan 2 lagi yang dibelakangnya dengan kebaya kuning gading, khas kostum tempo dulu. Saya sedikit kaget waktu empat pasang mata itu menoleh berbarengan ke arah kawasan menginapku. Kurang tahu persis apa yang mereka bicarakan kepada atas pedati tersebut. Dan dengan bahasa isyarat sepertinya, sang kusir terlihat mengangguk dan melajukan pedati kea rah bahari. Subhanalloh, hingga saya mengucek mata buat memastikan apa yang barusan saya saksikan yang sepertinya pedati yang ditarik 2 kuda putih itu berjalan selayaknya dijalanan.
Bercampur aduk rata perasaan selesainya melihat kejadian itu dan rasa kantuk pun seakan ikut menghilang. Melalui saluran telepon fasilitas penginapan saya menghubungi resepsionis buat memesan secangkir kopi. Dan apa jawaban kepada seberang sana? Maaf Pak, restorannya belum buka.
Meski kecewa namun setidaknya saya terhibur sebab muncul yang masih melek pagi buta itu. Hingga saya nir tahu tertidur jam berapa, tahu-tahu pintu kamar saya kepada ketuk pelayan hotel mengantarkan sarapan dan terlihat pagi telah Nampak cerah. Segera saya berhampur keluar dan memastikan ditempat pedati dan kuda tersebut berhenti.
Dan lagi-lagi saya tercengang, dan memang sahih muncul tapak kaki kuda dan roda pedati mengarah ke bahari. Pertanyaan yang hingga saya menulis catatan ini masih berkelindan kepada otak, Siapa mereka yang menaiki pedati menyeberang bahari?. Siapapun mereka, dan saya pun nir tertarik mencari tahu, biarlah itu tetaplah menjadi satu kemisterian semesta ini. Akhir istilah, sekian dulu catatan kecil ini, dan biarlah permanen menjadi teka-teki berasal kepada kita memikirkannya malah pening, Bukankah demikian? Sekian dan terima kasih