Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Pada gambar di atas, aku yakin bagi sampeyan yang getol akan wayang tentu tidaklah asing. Ya, itulah yang disebut Cakra Manggilingan atau Cokro Manggilingan. Dalam global pewayangan, pusaka yang berbentuk lempengan bulat bergerigi tajam misalnya pada ilustrasi di samping merupakan senjatanya raja Dwarawati, Kresna.
Namun, pada tulisan kali ini aku tidak hendak membincang keampuhan pusaka Kresna tadi, tapi lebih pada sisi lainnya, yakni filosofinya. Dalam budaya Jawa, Cakra Manggilingan merupakan sebuah filosofi atau lebih tepatnya keyakinan akan berputarnya roda kehidupan. Baik mikrokosmos juga makrokosmos. Temasuk di dalamnya berputar serta terbatasnya sebuah kekuasaan. Mari kita ilustrasikan tentang hal ini.
Mari sejenak nyambangi jagad wayang. Dalam jagad pewayangan, Semar serta punokawan lainnya semuanya tunduk kepada tuannya, dalam hal ini para ksatria Pandawa. Sementara Pandawa tunduk kepada Batara Puru atau yang sering disebut Manikmaya itu di kahyangan yang berkuasa penuh atas marcapada (bumi). Sedangkan Batara Puru tunduk kepada kakaknya yang membangunkan kahyangan untuknya, yakni Batara Ismaya, yang tak lain merupakan Semar yang turun ke bumi.
Masih jangan lupa menggunakan suit yang sering kita lakukan pada masa kecil itu. Jempol (simbol berasal gajah) mengalahkan telunjuk (insan). Telunjuk mengalahkan kelingking (semut). Kelingking mengalahkan jempol (semut masuk telinga gajah). Seperti halnya Pak Harto presiden terlama kita dulu, meski didukung penuh oleh peseragam hijaunya (ABRI) nyatanya tak berkutik manakala digoyang mahasiswa. Pun halnya, mahasiswa akan patuh kepada dosen. Sementara dosen tunduk kepada rektor. Rektor menurut instruksi menteri pendidikan, sedangkan menteri ini sendiko dawuh menggunakan atasannya, yaitu presiden. Muter toh. Memang iya!
Bentuk melingkar Cakra Manggilingan, atau bentuk lain yang tertutup itu membuat ekuilibrium. Jila keliru satu bagian tidak berfungsi sesuai peran serta atau kecepatan berputarnya, maka ekuilibrium itu akan terganggu serta bahkan mampu musnah. Bilamana masih memungkinkan, akan dilakukan perbaikan pada titik kerusakan itu sampai pulih pulang, atau terjadi ekuilibrium baru. Begitulah galibnya.
Para Dewa dirancang kalang kabut ketika Prabu Niwatakawaca, super besar berasal bumi mengobrak-abrik kahyangan, sebab ditolak lamarannya meminang Dewi Supraba, ratunya bidadari. Kekacauan itu pulih pulang ketika Arjuna turun tangan. Tak ubahnya waktu kita sedang suitan dulu serta tidak menerima kekalahan, maka mampu ditebak toh, kita ribut sama kawan kita tadi. Harusnya, presiden Soeharto tidak perlu lengser keprabon secara mendadak, bila menjalankan kekuasaan eksekutif menggunakan baik. Saya percaya tiap orang berada pada lingkaran Cakra Manggilingan masing-masing, hanya saja aku sering meragukan keberadaan aku sendiri.
Dulu, waktu aku masih kerja ikut orang, aku tunduk serta patuh sepenuhnya pada bos aku. Bagaimana tidak, wong dia yang gaji aku. Sementara kalau di rumah, aku merupakan ketua rumah keluarga yang bebas saja memerintah istri serta anak-anak aku. Tapi nyatanya, istri serta anak-anaklah yang justru secara umum dikuasai memerintah aku. memang, perintah itu tidak lantas diucapkan, akan tetapi sudah ditetapkan kodrat, yang suka tidak suka aku harus lakukan tanpa kondisi.
Seperti contohnya, aku harus terjaga sejak pagi dalam rangka mencari nafkah, mengalahkan rasa malas serta kesenangan noton bola yang acapkali ditayangkan dini hari itu. Saya selayaknya ambulan, pokoknya harus stanby setiap ada panggilan darurat mengantar anggota keluarga ke rumah sakit. Seperti juga bagaimanapun caranya aku harus mampu menyediakan uang gedung untuk anak yang berbarengan masuk Tk serta SD serta lain sebagainya.
Jika di graito (renungkan), sepertinya, pada lingkaran itu aku tidak berada di satu titik, akan tetapi dua titik atau mungkin lebih dalam waktu yang bersamaan. Meski demikian, aku bersyukur mampu mencicipi suka murung perputaran itu, yang masih sesuai menggunakan irama aku serta masih diberi kekuatan mengimbanginya.
Harapan aku, juga barangkali keinginan orang seumuran aku pada umumnya merupakan mampu berputar mengikuti iramanya. Kalaupun toh menuju ke bawah masih menggunakan irama yang kalem, bukan misalnya pengalaman orang-orang yang terlontar serta terbanting tanpa daya, output mengabaikan peran serta tidak sinkronnyaa ritme putaran, atau sengaja menyimpang berasal jalur lingkaran cakra manggilingannya. Meski output akhirnya sama, yaitu sama-sama di bawah, akan tetapi taraf kesakitan, kehormatan diri serta kebahagiaan yang dirasakan tentu akan jauh berbeda. Nuwun.