Dunia Keris – Menyambung tulisan aku sebelumnya ihwal desa Besowo ini. Menurut penuturan rakyat setempat, dulunya merupakan gudangnya penari Tayub atau Waranggono atau maupun ledek. Bahkan nama Besowo sendiri merupakan berasal dari celoteh beso atau Bekso yg artinya merupakan menari & celoteh Wo yg artinya dalam-gowo (dibawa).
Konon, dulunya waranggono-waranggono atau ledek dari desa Besowo memang praktis dibawa atau diajak kencan setelah terselesaikan nembang & menari Tayub. Namun, entah kenapa, cerita itu tinggal kenangan. Ketenaran Desa Besowo, sebagai gudangnya penari tayub, kini menjelma desa produsen genderuwo.
Sementara, penari-penari tayub yg konon bisa dibawa pergi kini sudah nir ada lagi. Beberapa tahun yg lalu masih ada seseorang yg berprofesi sebagai penari Tayub dari desa ini. Itupun mampu dipastikan akan murka akbar kalau dianggap ledek yg bisa dibawa pergi alias diajak kencan. Meski begitu, tradisi Tayub masih berjalan hingga sekarang. Setiap tahun, setiap ada hajatan sedekah bumi, dalam punden desa Mbah Honggo Wongso, hiburan seni Tayub nir pernah ditinggalkan.
Masih menurut mitos yg berkembang dalam rakyat, jikalau sekali saja hiburan Tayub ditinggalkan, maka yg mbaurekso desa tadi akan murka. Bencana akan tiba. Bahkan dulu pernah sekali ditinggalkan syarat utama yg berupa hiburan Tayub ini karena keterbatasan dana. Dampaknya desa ini terkena pagebluk & dalam sebulan ada 40 orang tewas. Dan karena itu akhirnya warga desa tak berani sekalipun melanggar syarat ini yg sudah dari dulu ada.
Punden Desa Honggowongso (dok.pri)
Tapi kini, orang niscaya nir akan percaya kalau dahulu Desa Besowo sebagai gudangnya penarui Tayub. Adanya merupakan gudangnya genderuwo atau kawasan dimana ada transaksi jual beli genderuwo. Ini bisa kita temui dari beberapa tukang ojek yg akan menunju rumah dukun sebagai mediator transaksi ini. Pun, maupun sangat kontras saat aku mencoba menggali fakta ihwal kejayaan ledek-ledek desa ini dalam masanya. Berbeda halnya kalau menceritakan ketenaran Desa Besowo sebagai gudangnya genderuwo, mereka dengan praktis akan menceritakannya. Itu karena memiliki bukti, yg masih tersisa hingga sekarang.
Diantaranya merupakan dukun-dukun genderuwo yg hingga kini masih menjalani pekerjaannya sebagai penjual genderuwo.
Bukti lainnya merupakan adanya adanya makam-makam yg dikeramatkan warga. Makam-makam tadi merupakan makam leluhur Desa Besowo, yg notabene semasa hidupnya merupakan dukun-deken mediator transaksi genderuwo ini. Makam-makam yg dikeramatkan ini antara lain merupakan makam Mbah Honggowongso, Mbah Palu, & makam Mbah Joyo Usup. Makam-makam ini layaknya makam-makam para waliyullah yg dikeramatkan para santri. Saking dikeramatkannya sehinggga makam tadi diberi pelindung bangunan atau cungkup. Juga ada kain putih yg melindungi makam-makam tadi.
Pada hari-hari langsung makam-makam tadi kerap dikunjungi orang yg berharap berkah. Diantara makam-makam dukun genderuwo yg dikeramatkan warga, hanyalah makam Mbah Honggowongso yg dipercaya benar-benar keramat. Menurut penuturan warga, sudah seringkali ada peristiwa absurd dalam makam tua ini. Bahkan aku sendiri saat mau mengambil gambar setelah menggali fakta dari pak Carik Rasmadi, sekdes desa setempat, sempat menemui kejanggalan maupun. Lokasi makam yg dikeramatkan ini ada dibelakang rumah pak Carik, beremapat dengan dipandu pak carik kami ke lokasi. Anehnya, hingga dalam lokasi & kawan aku mengambil gambarnya. Kamera nir bisa nyala saat diarahkan ke makam tadi, tapi kalau diarahkan ke kawasan yg lain bisa. Melihat kejanggalan ini pak carik tanggap & komat-kamit membaca sesuatu dalam makam tadi & meyuruh kami mencoba memotret pergi. Hasilnya, bisa. Aneh maupun
Setelah berpamitan, karena pak carik enggan mengantar kami ke lokasi hutan kalang kawasan tempat sumber gendruwo berada kami dianjurkan kerumah seseorang yg biasa melayani transaksi. Akhirnya kami meluncur ke rumah seseorang yg disebutkan tadi menembus malam yg berhias hujan..inilah saatnya melihat kronologis pemanggilan genderuwo dalam tengah hutan sejauh lima KM dari pemukiman.. bismillah