Gagak. Saya yakin kerabat perkerisan tahu jenis burung tersebut. Gagak mitosnya selalu identik beserta kematian. Pada goresan pena kategori pengalaman sejati ini aku jadi teringat cerita bapak semasa kecil dulu, tentunya tentang burung gagak tersebut. Perilaku supranatural tidak seluruhnya positif, kendati masuk kategori cara lain. Misalnya, untuk sebagai kaya, orang mencari pesugihan beserta makhluk halus untuk disuruh mencuri , atau untuk sebagai sakti mandraguna beserta meminta bantuan makhluk halus beserta imbalan tertentu, ini jelas negatif nilainya. Sedang melantunkan doa untuk melancarkan rizki, termasuk cara lain positif. Pengalaman sejati ini diceritakan bapak saat dulu beliau diajak menemani teman-temannya untuk berburu kesaktian beserta menjual sate gagak di tengah kuburan.
Dulu, seperti lazimnya orang yang hidup di pedesaan. Selain kekayaan sebagai penunjang status sosial, kesaktian merupakan sisi yang lainnya untuk di hargai oleh orang lain. Semakin sakti seorang akan semakin mendapat tempat dimata orang lain. Seperti halnya masa muda merupakan masa pencarian jati diri, tanpa terkecuali bapak dan teman sebayanya. Memburu kesaktian. Sayangnya caranya merupakan beserta lelaku yang nyeleneh, yakni berjualan burung gagak bakar di tempat keramat beserta imbalan cincin genderuwo. Yang nantinya, konon beserta cincin hasil barter tersebutlah yang bisa digunakan untuk piandel, sebagai sakti mandraguna. Konon, pernah ada seseorang yang disegani di kampung aku tinggal karena kesaktiannya merupakan hasil menukar gagak bakar di pemakaman keramat, Makam Putri. Barangkali sikap inilah yang dijadikan acuan bapak dan teman-temannya kala itu untuk mendapatkan kesaktian.
Ceritanya, pada tengah malam bapak yang diajak teman-temannya membakar gagak untuk di tukar beserta cicin yang baureksa punden keramat tersebut. Bahannya cukup seekor burung gagak hidup, bumbunya minyak misik dan kemenyan. Laku yang dikerjakan, tengah malam membawa burung gagak ke makam. Sampai tujuan, membaca mantera pemanggilan sembari bakar kemenyan untuk membuka alam gaib sampai burung gagak yang dibawa berkaok.Begitu terdengar kaok, burung gagak disembelih. Setelah bulu-bulunya dibersihkan, diolesi beserta minyak misik dan hanya dikeluarkan jerohannya selanjutnya langsung di bakar. Begitu asap mengepul, diceritakan konon para pendaftar berdatangan. Terpenting, dilarang takut karena yang tiba merupakan jin merkayangan beserta wujud beragam. Kata bapak, ada yang kakinya remuk, wajah rusak beserta darah bertebaran dan sebagainya.Mereka berebut gagak bakar beserta mengulung-ulungkan beragam pusaka, asal yang sebentuk cincin hingga keris, tetapi yang dicari merupakan sebentuk cincin bermata merah darah. Gagak bakar bagi bangsa jin merupakan makanan nomor wahid. Karena yang dicari yakni cincin bermata merah darah tidak ditemukan, dan tidak mau menukar gagak bakar beserta yang mereka sodorkan. Tak ayal ini menghasilkan mereka yang banyak jumlahnya marah. Terdengar asal arah kampung terdengar orang bergemuruh berteriak maling maling dan semakin mendekat ke punden. Melihat situasi demikian menghasilkan bapak dan teman-temannya secara naluriah lari tunggang langgang beserta meninggalkan gagak bakar di lokasi punden tersebut. Usut punya usut, ternyata keesokan harinya tidak pernah ada yang berteriak maling pada malam tersebut. Padahal itu merupakan ulah mereka bangsa jin merkayangan yang mengerjai mereka.
Tentu saja, untuk ritual gagak bakar yang akan dibarter beserta cincin sakti milik genderuwo harus didampingi paranormal yang mengetahui seluk-beluk kiat cara lain itu. Selain syarat pokok untuk memperoleh kesaktian dalam sekejap merupakan keberanian. Katanya, paranormal yang dimintai tolong hanya bertugas menghubungkan, sedang pelaku bertugas mendapatkan cincin asal genderuwo yang penampilannya mengerikan. Kerabat perkerisan berminat????