Dunia Keris – selamat tiba kerabat perkerisan. Benarkah Sultan Haji yang memberontak itu sama dengah Syekh Maulana Mansyurudin? Kalau memang terdapat 2 tokoh yang tidak sinkron, lantas siapa sebenarnya sang pengkhianat terbesar Kesultanan Banten tersebut?
Seperti kepada umumnya, sejarah kerajaan-kerajaan kepada Nusantara hampir bisa dipastikan selalu dikaburkan memakai legenda-legenda yang tumbuh dikalangan masyarakat setempat. Demikian jua halnya memakai sejarah Kesultanan Banten. Kaburnya sejarah Banten ditimbulkan masih bercampurnya kisah-kisah sejarah memakai cerita legenda yang acapkali dituturkan orang tua secara lisan. Penuturan secara lisan inilah yang kepada akhirnya menyebabkan kita kesulitan membedakan antara kisah fiktif berbumbu bencana yang kadang irasional denga kenyataan yang sebenarnya.
Menurut sejarah resmi yang saya sarikan singkat asal Wikipedia, sejarah Kesultanan Banten berawalpada tahun 1527, adonan pasukan Demak serta Cirebon, beserta laskar marinir Maulana Hasanuddin, putra Syarif Hidayatullah berhasil menguasai Banten. Selanjutnya, sentra pemerintahan yang semula berkedudukan kepada Banten kepada pindahkan ke Surosowan.
Selanjutnya, atas penunjukan Sultan Demak, kepada tahun yang sama 1527 Maulana Hasanuddin diangkat sebagai Adipati Banten. Pada tahun 1552, Banten diubah menjadi Negara bagian Demak, permanen memakai Maulana hasanuddin sebagai pemimpinnya. Pada waktu Demak runtuh serta digantikan Pajang, Maulana Hasanuddin memproklamasikan Banten sebagai Negara merdeka.
Disebutkan, Maulana Hasanuddin memerintah Banten selama 18 tahun (1552-1570). Ia telah menaruh andil besar dalam meletakkan fondasi Islam kepada Nusantara. Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan kesultanan Banten mencakup Serang, Pandeglang, Lebak, serta Tangerang, juga sebagian Jakarta serta Bogor. Sayang sekali kejayaan itu mulai meredup kepada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Kesultanan Banten mengalami kehancuran yang akan terjadi ulah anak kandung Sultan Ageng sendiri, yaitu Sultan Haji. Pada waktu itu, Sultan Haji diserahi amanat sang ayahnya sebagai sultan muda yang berkedudukan kepada Surosowan. Namun, Sultan Haji berdekat-dekat memakai kompeni, bahkan memberi mereka keleluasaan berdagang kepada Pelabuhan Banten. Hal itu sangat tidak disukai sang Sultan Ageng. Hingga akhirnya Sultan Ageng menyerang Istana Surosowan. Istana surosowan mengalamu kehancuran pertama yang akan terjadi penyerangan ini.
Meskipun Istana Surosowan dibangun kembali memakai megah sang Sultan Haji atas donasi arsitek Belanda, namun pemberontakan demi pemberontakan sang rakyat Banten yang tak pernah surut. Sultan Ageng Tirtayasa memimpin perang gerilya beserta anaknya yang setia, Pangeran Purbaya, serta Syekh Yusuf, seseorang ulama asal Makassar sekaligus menantunya. Akan namun, akhirnya kompeni mengerahkan kekuatan penuh, serta Sultan Ageng mampu dikalahkan.
Setelah kekalahan itu, para pengikut Sultan Ageng menyebar ke aneka macam daerah buat berdakwah. Syekh Yusuf dibuang ke Srilanka, loka beliau memimpin gerakan perlawanan lagi, sebelum akhirnya dibuang ke Afrika Selatan hingga akhir hayatnya. Sementara itu, Banten jatuh menjadi boneka Belanda. Daendels yang membentuk jalan raya Anyer Panarukan kemudian memindahkan sentra kekuasaan Banten ke Serang. Istana Surosowan dia bakar habis kepada tahun 1812. Dapat dikatakan, kepada tahun itulah Kesultanan Banten runtuh. Sekiranya diluruskan, sebab dasar ini saya ambil kepada Wikipedia serta aneka macam sumber.
Demikianlah sekilas sejarah Kesultanan Banten. Sebagian besar rakyat Banten, tentu saja pernah mendengar cerita tidak sinkron memakai sejarah diatas. Mohon dimaklumi kalau cerita kata ini banyak kekurangan, sebab saya bukan orang Banten.
Diceritakan, Kesultanan Banten berdiri sehabis Sultan Hasanuddin mampu mengalahkan Prabu Pucuk Umun dalam sabung ayam jantan. Duel ini dimenangkan sang ayam jantan Hasanuddin, sebagai akibatnya sinkron janjinya Pucuk Umun menyerahkan wilayah Banten kepada Hasanuddin. Sisa-residu sabung ayam ini hingga sekarang terdapat kepada puncak gunung Karang, Padeglang, berupa tegalan yang tidak ditumbuhi rumput.
Episode selanjutnya yang sangat menarik perhatian sata artinya kontroversi kepada seputar Sultan Haji yang memberontak terhadap kekuasaan ayahandanya, Sultan Ageng Tirtayasa. Dari cerita kata ini, Sultan Haji yang ditulis sang sejarah ini bukanlah Maulana Mansyuruddin misalnya yang termaktub dalam silsilah keluarga Kesultanan Banten.
Sekali lagi, terdorong keingintahuan saya secara pribadi tanpa bermaksud menyajikan kebenaran sejarah, atau kebalikannya mengoreksi sejarah. Pada goresan pena ini saya hanya menyarikan cerita kata baik yang saya mampu asal sahabat yang orisinal Banten serta para kuncen kepada aneka macam website yang saya kunjungi kepada Banten Lama mengenai sisi-sisi mistis serta cerita legenda asal tokoh kontoversial tersebut.
Setidaknya asal aneka macam cerita kata yang saya mampu, ternyata terdapat tiga gelar nama yang dimiliki sang Syekh Maulana Mansur, yaitu sebagai Sultan Haji Abunnasar, Syekh Mansuruddin, serta Syekh Abusoleh. Dia artinya seseorang putra asal Sultan Agung Abdul Fatakh Tirtayasa.
Disebutkan jua Syekh Maulana Mansur juga keturunan raja asal Bani Israil, yaitu Maulana Idris Asgor. Dia juga keturunan seseorang Sunan Gunung jati alias Syarif Hidayatullah.
Diceritakan, Sultan Agung Abdul Fatakh Tirtayasa memilih berhenti asal jabatannya sebagai raja, serta menyerahkannya kepada keturunnanya sebagai putra kesayangannya. Dialah Syekh Maulana Mansur, yang kemudia menjadi Sultan ke 7 kepada Banten.
Belum lama menjabat sebagai sultan, dia kemudian pergi meninggalkan istana buat menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Jabatan kesultanan selama dia pergi haji dipercayakan kepada anaknya, Pangeran Adipati Ishak.
Ketika dia berpamitan kepada ayahandanya, Sultan Ageng, Maulana Mansyur telah diwanti-wanti buat langsung saja menyermpurnakan ibadah haji, serta kalau telah selesai harus cepat-cepat pergi ke Banten tidak usah mampir kemana-mana.
Akan namun sifat manusia itu acapkali lupa. Dalam bepergian Syekh Mansyur berlabuh kepada pulau Manjeki, konon berada kepada wilayah negeri Cina. Sampai 2 tahun lamanya dia menetap serta sempat menikah memakai seseorang wanita yang konon artinya Ratu Jin, bahkan hingga memiliki anak satu.
Selama Syekh Mansyur kepada pulau Manjeki, Pangeran Adipati Ishak kepada Banten akhirnya terkena tipu daya Belanda. Ia diangkat menjadi sultan yang resmi kepada Banten. Akan namun Sultan Agung Abdul Fatakh Tirtayasa tidak menyetujuinya, serta dia mengatakan harus menunggu dulu kedatangan Syekh Maulana Mansur.
Terjadilah perang hebat, hingga kemudian muncullah satu tokoh, konon artinya bangsa jin, yang turun asal sebuah kapal. Ia menarik hati serta mengacaukan keadaan sambil mengaku bahwa dirinya artinya Sultan Maulana Mansyur yang baru tiba asal Mekkah sehabis menunaikan ibadah haji.
Agar rakyat Banten percaya, tokoh rahasia ini tiba langsung ke Surosowan serta langsung diterima sebagai sultan yang absah. Hanya sebagian kecil saja pembesar Banten yang tidak percaya. Termasuk keliru satunya artinya Sultan Agung Abdul Fatakh Tirtayasa. Disebutkan, sosok yang mengaku bahwa dirinya Syekh Maulana Mansyur itu artinya maha resi keturunan raja jin asal pulau Manjeki.
Terjadilah peperangan yang hebat antara kubu Sultan Agung Abdul Fatakh Tirtayasa memakai Sultan Haji palsu. Sultan Agung terusir asal Banten, serta tinggal kepada kampung Tirtayasa.
Nun jauh kepada sana, Syekh Maulana Mansyur mendengar ontran-ontran kepada Banten. Ia pun ingin cepat-cepat pergi. Yang menarik artinya cara beliau pergi ini. memakai cara apa? Diceritakan, perolongan Allahswt tiba berupa ilham. Ia pergi ke Banten melalui dasar bumi, yaitu tenggelamnya asal sumur zam-zam, serta muncul pertama kali kepada Sumur Tujuh Gunung Karang.
Karena Syekh Maulana Mansyur merasa terkejut serta timbul masih kepada gunung karang hingga tujuh kali, maka dia masuk kedalam bumi, kemudian muncul kepada Cibulakan. Tempat keluarnya menimbulkan semburan air yang terus keluar memakai dahsyatnya, sebagai akibatnya kalau dibiarkan saja air yang keluar mampu mengganti daratan kepada Cibulakan akan menjadi danau. Berkat petunjuk Allah swt, akhirnya air tersebut cepat-cepat ditutup memakai Al-Quran. Dan, Al-Quran bekas menutup luapan air tersebut dimintakan kepada Allah agar menjadi batu, memakai melakukan sholat hajat. Bekas sholat hajat Syekh Maulana Mansyur tersebut masih bisa kita lihat kepada komplek Cibulakan.
Sesudahnya Syekh Maulana Mansyur tiba ke Kampung Cikoromoy, Cimanuk. Ia kemudian menikahi bunda Sarinten. Berkaitan ini saya beruntung mampu satu cerita kata asal dzuriat langsung asal bunda Sarinten. Yang membuahkan putra bernama Muhammad Sholeh. Maka asal itu dia kemudian selalu dipanggil memakai sebutan Kyai Abu Sholeh. Dan selama sekian lama bermukim kepada sana sambil mengajarkan syariat islam ke tia-tiap daerah sekitarnya.
Setelah istrinya meninggal global serta kepada makamkan kepada Cikarae, Dusun Masigit, Desa Cimanuk, Kec. Cimanu, Pandeglang, kemudia dia pindah ke Cikadueun. Di loka ini dia menikah lagi memakai seseorang wanita bernama Ibu Ratu Jamilah, asal Caringin Labuan.
Meski masih banyak cerita kata mengenai Syekh Maulana Mansyur ini, setidaknya dalam benak saya. Apakah Sultan Haji yang berkhianat itu sama memakai Syek Maulana Mansyur. Selanjutnya seluruh jawab terserah kepada para pembaca yang budiman. Sekian dulu serta mohon koreksinya. wassalam