Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Sejarah artinya cermin paling jernih. Para calon pemimpin seharusnya bercermin pada sejarah, bahwa kekuasaan artinya keliru satu hal yang paling sulit dikelola. Sejarah mencatat, tak sedikit penguasa yang bernasib sial pada akhir kekuasaannya.
Kekuasaan merupakan hibah yang dimiliki bagi mereka yang ditakdirkan sebagai penentu keberadaan sebuah bangsa. Sehingga ereksi syahwat berkuasa penuh kenikmatan beserta aura darah & nyawa menjadi taruhan atas nama sebuah kekuasaan. Bahkan alam kekuasaan dapat menyebabkan genangan darah sumber ceceran jutaan nyawa melayang, hanya alasannya adalah nafsu ereksi syahwat berkuasa dalam diri insan sudah nir terkontrol. Bahkan sudah menunjuk ketindakan brutal.
Di sejumlah peradaban, terdapat penguasa-penguasa yang menemui akhir hayati yang tragis. Mulai sumber Julius Caesar yang tewas pada ujung belati anggota senat Marcus Junius Brutus, hingga Ratu Mary sumber Skotlandia yang dieksekusi penggal koordinator. Bahkan pemimpin agama, mirip, Joseph Smith pun mangkat dieksekusi. Tak terkecuali kisah cinta raja-raja Kraton Yogjakarta kerap menghasilkan penasaran. Tidak poly yang mengetahui bagaimana cinta Raja. Namun, kisah cinta raja-raja Kraton sering diceritakan bermula & berakhir rupawan. Dari sedikit yang tragis, barangkali Raden Mas Gatot Menol atau Sultan Hamengkubuwono (HB V) menjadi keliru satunya. Nah, berikut aku rangkaikan kisahnya kerabat perkerisan sekalian.
Sebagai sentra kebudayaan masa lampau, segala informasi politik yang menyinggung Kraton Yogyakarta tetaplah menarik buat dibaca ulang. Didalamnya, terdapat persaingan antar dinasti jua intrik politik khas Jawa pada setiap proses terjadinya suksesi kekuasaan. Jika kita membaca kisah suksesi raja-raja Jawa, nyaris nir pernah suwung sumber perbedaan makna pergolakan. Begitu padat akan kisah perang suksesi perebutan mahkota kekuasaan, hingga konspirasi bagaikan musim politik tersendiri para raja & bangsawan pada zamannya.
Nama orisinal Sri Sultan Hamengkubuwono V artinya Raden Mas Gathot Menol, putra Hamengkubuwono IV yang lahir pada tanggal 24 Januari 1820. Sewaktu dewasa beliau bergelar Pangeran Mangkubumi. Ia jua pernah mendapatkan pangkat Letnan Kolonel tahun 1839 & Kolonel tahun 1847 sumber pemerintah Hindia Belanda. artinya sultan kelima Kesultanan Yogyakarta, yang berkuasa tanggal 19 Desember 1823 17 Agustus 1826, & kemudian sumber 17 Januari 1828 5 Juni 1855 yang diselingi sang pemerintahan Hamengkubuwono II alasannya adalah ketidakstabilan politik dalam Kesultanan Yogyakarta waktu itu. Melihat tahun pemerintahannya dimulai tahun 1823 sedang lahirnya artinya tahun 1820 maka Sultan Hamengkubuwono V waktu permulaan bertahta berumur 3 (2) tahun.
Hamengkubuwono V sendiri mendekatkan kontak Keraton Yogyakarta beserta pemerintahan Hindia Belanda yang berada pada bawah Kerajaan Belanda, buat melakukan taktik perang pasif, dimana beliau menginginkan perlawanan tanpa pertumpahan darah. Sri Sultan Hamengkubuwono V mengharapkan beserta dekatnya pihak keraton Yogyakarta beserta pemerintahan Belanda akan ada kerjasama yang saling menguntungkan antara pihak keraton & Belanda, sehingga kesejahteraan & keamanan masyarakat Yogyakarta dapat terpelihara.
Kebijakan Hamengkubuwono V tersebut ditanggapi beserta tentangan sang beberapa abdi dalem & saudara termuda Sultan Hamengkubuwono V sendiri, yaitu Raden Mas Mustojo (nantinya Hamengkubuwono VI). Mereka menganggap tindakan Sultan Hamengkubuwono V artinya tindakan yang mempermalukan Keraton Yogyakarta sebagai pengecut, sehingga dukungan terhadap Sultan Hamengkubuwono V pun berkurang & poly yang memihak saudara termuda sultan buat menggantikan Sultan beserta Raden Mas Mustojo. Keadaan semakin menguntungkan Raden Mas Mustojo setelah beliau berhasil mempersunting putri Kesultanan Brunai & menjalin ikatan persaudaraan beserta Kesultanan Brunai.
Nafsu Birahi syahwat berkuasa begitu secara umum dikuasai dalam diri insan yang pada anugerahi keberanian dalam mengambil perilaku & kebijakan. Bahkan konon, waktu sang penguasa disuruh menunjuk antara seribu perawan beserta sebuah kekuasaan, ternyata nafsu ereksi syahwat sang penguasa lebih menunjuk berkuasa pada banding seribu perawan dihadapannya. Artinya dapat satu simpulan bahwa kekuasaan merupakan sesuatu yang punya nilai kenikmatan luar biasa pada banding bersenggama beserta seribu perawan. terlebih pada waktu mengingat insan pada hakikatnya ingin berkuasa disegala aspek kehidupan.
Kekuasaan Sultan Hamengkubuwono V semakin terpojok setelah ada permasalahan pada dalam tubuh keraton yang melibatkan istri ke-5 Sultan sendiri, Kanjeng Mas Hemawati. Sri Sultan Hamengkubuwono V hanya mendapatkan dukungan sumber masyarakat yang merasakan pemerintahan yang kondusif & tenteram selama masa pemerintahannya. Sri Sultan Hamengkubuwana V wafat pada tahun 1855 dalam sebuah insiden yang hanya sedikit diketahui orang, insiden itu dikenal beserta wereng saketi tresno (wafat sang yang dicinta), Sri Sultan mangkat setelah ditikam sang istri ke-5-nya, yaitu Kanjeng Mas Hemawati, yang hingga sekarang nir diketahui apa penyebab istrinya berani membunuh Sri Sultan suaminya. Tidak lama setelah Sultan Hamengkubuw.ono V mangkat, 3 bulan kemudian Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono V pun mangkat.
Adalah Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang merupakan keliru satu permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono V. Pada waktu Sri Sultan Hamengku Buwono V mangkat global, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton sedang hamil tua. Setelah 13 hari kemudian, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton melahirkan Putra Mahkota. Putra Mahkota pewaris kerajaan ini diberi nama Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga (nama kecilnya Kanjeng Gusti Timur Muhammad). Karena putra mahkota masih mini, tahta kerajaan diserahkan kepada saudara termuda Sri Sultan Hamengkubuwono V, yaitu Raden Mas Mustojo sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VI.
Tiga belas tahun kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono VI mangkat global. Anaknya yang bernama orisinal Raden Mas Murtejo alias Sultan Ngabehi alias Sultan Sugih naik takhta menggantikan ayahnya sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
Pada masa pergantian Sri Sultan Hamengkubuwono VI ke VII inilah terjadi pertikaian dalam keluarga kerajaan. Karena semestinya yang naik tahta kerajaan sesudah Sri Sultan Hamengku Buwono VI artinya putra mahkota Hamengkubuwono V, yaitu Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga atau Kanjeng Gusti Timur Muhammad.
Akibat pertikaian itu, Sri Sultan Hamengkubuwono VII menangkap Kanjeng Ratu Sekar Kedaton & putranya, lalu dibuang ke Manado beserta tuduhan membangkang pada raja & merencanakan melakukan perlawanan. Pemerintah Belanda pun beranggapan sama beserta Sri Sultan Hamengkubuwono VII, yaitu menuduh Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang masih mempunyai kontak kerabat beserta Pangeran Diponegoro sering berkomunikasi buat melakukan perlawanan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono VII & Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda turut mempercepat & memfasilitasi pembuangan Kanjeng Ratu Sekar Kedaton & anaknya, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga ke Manado. Di Manado, keduanya tinggal pada daerah Pondol hingga mangkat global.
Kanjeng Ratu Sekar Kedaton mangkat tanggal 25 Mei 1918. Anaknya, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga mangkat tanggal 12 Januari 1901. Kubur permaisuri & putra mahkota yang dibuang ini berada pada samping persekolahan Yayasan Eben Haezar Manado, Jl. Diponegoro, Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang. Sekiranya sekian dulu yang dapat aku rangkumkan buat kerabat perkerisan sekalian. Sampai jumpa pada tulisan selanjutnya. Nuwun.