Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Menjadi manusia sempurna merupakan keinginan setiap manusia, nir peduli status sosialnya, jenis kelaminnya, ras sukunya, semuanya ingin menggapai manusia sempurna. Tentunya, istilah sempurna nir dapat lepas dari perjalanan tafsir manusia yg kait berkelindan beserta waktu, peradaban, dan kemajuannya di zamannya.
Judul dalam seri tulisan Perang Jawa ini sanggup jadi sangat provokatif, atau mungkin terdapat kesan nir nasionalis lantaran yg saya angkat dalam tulisan kali ini merupakan sisi lain dari keperwiraan Pangeran Diponegoro. Terlepas dari itu seluruh, ini merupakan sisi lain seorang anak manusia yg tentu saja nir akan pernah luput dari kekhilafannya.
Baik, nir terdapat yg nir kenal Diponegoro, bahkan ketika masuk Paud pun anak-anak kita sudah dikenalkan sama pahlawan-pahlwannya, termasuk di dalamnya Pangeran Diponegro ini. Sejarah mencatatnya menjadi Ratu Adil yg mengobarkan perang suci di jalan Allah. Dialah sosok yg memantik terjadinya Perang Jawa yg menjadi penanda awal perlawanan bangsa Jawa terhadap kehadiaran VOC. Bahkan dalam perang ini VOC sendiri mengakui menjadi perang yg paling banyak menelan banyak korban dan biaya.
Diponegoro hadir menjadi momok yg angker bagi VOC, hingga berbagai cara untuk meredamnya. Singkat cerita, beserta akal licik kemudian Dipoenegoro ditangkap beserta cara di jebak. Namun nir banyak yg tahu, bahwa Dipoenegoro yg kita tahu mengukuhkan diri menjadi Ratu Adil itu beberapa kali berselingkuh beserta perempuan keturunan China? Tidak banyak yg tahu bahwa Diponegoro sendiri yg pertama kali membangkitkan kebencian pada etnis China di Jawa dan menuduh perempuan China dibalik kekalahannya?
Jika boleh jujur sejarah kita memang tak jarang nir utuh mencatat sesuatu. Kita tak jarang disuguhi satu sosok pahlawan yg seolah jatuh dari langit dan tanpa cela, tanpa mengenali sang pahlawan secara utuh. Kadang kita hanya mengetahui kenyataan sepotong – sepotong, dan kenyataan yg sepotong itulah yg kemudian menenggelamkan kesan kita atas satu tokoh sejarah.
Terlepas adari seluruh itu, di luar kisah-kisah yg heorik yg selama ini kita dengar dan sepotong-sepotong itu, seberapa tahukah kita wacana sosok Ratu Adil yg menggetarkan orang Jawa ini? Tahukah kita bahwa sosok ini merupakan ulama sekaligus pemain seks yg hebat hingga beberapa kali selingkuh tanpa sepengetahuan istrinya?
Mengutip dari Majalah Tempo edisi 1-7 Maret 2010, menurunkan laporan wacana pementasan Opera Diponegoro yg disutradari Sardono W Kusumo. Digambarkan bahwa di tengah letusan Gunung Merapi tahun 1822 di tengah-tengah teriak panik penduduk Jawa yg hendak mengungsi, Diponegoro justru menolak mengungsi. Di tengah panik itu, ia malah mengajak istrinya untuk melakukan seks. Apa? Kita sanggup menuduh Sardono seorang pembual. Opo iyo, di tengah kepanikan itu, tokoh sekaliber Diponegoro justru melakukan seks. Kita mungkin menuduh Sardono menjadi pembual. Tapi, istilah Sardono, sebagaimana dicatat Tempo ia terinsprasi oleh Babad Diponegoro, sebuah otobiografi Pangeran Diponegoro yg ditulis ketika ditahan Belanda di Manado, tahun 1830.
Sayang sekali, liputan Tempo itu amat singkat. Hanya sedikit saja menyinggung ikhwal perselingkuhan beserta gadis China. Tapi jikalau kita membaca kitab yg ditulis sejarawan Peter Carey yg judulnya Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities in Central Java (Orang Jawa dan Masyarakat China), kita sanggup menemukan perspektif yg lebih jelas wacana kegandrungan seks sang pangeran, yg kemudian menjadi benih awal prasangka orang Jawa terhadap gadis China. Studi Carey berdasarkanatas telaah yg mendalam terhadap Babad Diponegoro yg dilakukannya selama 40 tahun.
Menurut Carey, catatan – catatan itu membagikan sisi manusiawi Diponegoro yg nir banyak diketahui orang. Catatan ini berkisah sesuatu beserta amat jujur dalam aksara Pegon, modofikasi aksara Jawi yg diadopsi dari huruf Arab. Ternyata sang pangeran yg dekat beserta para kiai pesantren ini merupakan penggemar anggur Afrika, Grand Constantia. Meski Islam mengharamkan alkohol, Diponegoro berdalih bahwa anggur itu merupakan obat. Catatan ini membagikan bahwa Diponegoro bukanlah seorang yg taat dalam menjalankan syariat. Pada banyak sisi, ia justru tunduk patuh pada hasrat duniawinya. Termasuk dalam soal selingkuh beserta gadis keturunan China.
Catatan yg lebih mencengangkan merupakan perselingkuhan beserta gadis China. Diponegoro mengatakan, ia terbius kecantikan seorang Gadis China yg ditemuinya sebelum perang besar di Gowok, di bulan Oktober 1826. Perempuan China itu lalu dijadikannya menjadi pemijat yg melayani hasrat nafsu sang pangeran. Kemolekan gadis China pada masa itu tersohor hingga membuat sang pangeran mabuk kepayang. Pada masa ini, banyak warga keturunan China perlahan-lahan mendominasi ekonomi di Jawa khususnya penarikan pajak gerbang tol, dan maupun penjualan candu. Banyak juga gadis Cina yg dipekerjakan di tempat hiburan malam, menjadi pemijat para pangeran Jawa, termasuk Diponegoro.
Pada malam sebelum pertempuran, Diponegoro sempat – sempatnya berhubungan seks hingga subuh menjelang. Babad Diponegoro maupun mencatat episode perselingkuhan Diponegoro beserta seorang dukun bernama Asmaratruna. Ia menjalin hubungan seks berulang-ulang, sesuatu yg membuatnya malu pada istrinya sendiri.
Dan gara-gara seks terlarang itu, ilmu kekebalannya jadi hilang. Ia melanggar perintah Tuhan sehingga kekebalannya jadi lenyap. Pasukan Jawa yg dipimpinnya kocar-kacir dan kehilangan daya tempur. Bahkan iparnya Sasradilaga maupun kalah dalam pertempuran, gara-gara malam sebelum pertempuran melakukan hubungan seks beserta gadis China.
Aneh bin ajaib, Diponegoro lalu menyalahkan gadis China menjadi biang kekalahan. Ia lalu mengeluarkan larangan untuk menikah beserta gadis China. Ia melarang hubungan erat beserta China dan mulai memperlakukan orang Cina menjadi musuh, sebagaimana halnya bangsa Belanda. Ia membuat tembok tebal parasangka yg kemudian menjadi endapan selama bertahun-tahun sehabis meninggalnya, bahkan hingga kini.
Ia memunculkan mitos yg membuat lelaki Jawa takut menikahi gadis China. Kata sejarawan Denys Lombard, apa yg dilakukan Pangeran Diponegoro menjadi benih gagasan rasialis yg kemudian mempengaruhi persepsi orang Jawa terhadap orang China. Sebagaimana dicatat Carey, Lombrad mengatakan Diponegoro telah menyebarkan ideologi berbahaya yg memasukkan orang China menjadi kelompok kafir. Padahal, yg mestinya dijinakkan merupakan daya seks sang pangeran yg amat dahsyat.
Kini, ratusan tahun sehabis Diponegoro meninggal, apakah prasangka itu masih menjadi sedimen yg menebal? Semua berpulang pada diri kita masing masing dan terlepas dari kekurangan dan sikap Diponegoro menjadi manusia kebanyakan. Diponegoro tetaplah pahlawan bangsa ini, tokoh yg menggagas dan memulai perlawanan terhadap kolonialisai yg menyengsarakan rakyat. Akhir istilah, mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga menambah wawasan buat kita sekalian. Nuwun.
Referensi bacaan :
Wikipedia
Peter Carey, Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities in Central Java (Orang Jawa dan Masyarakat China)
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya
Majalah Tempo edisi 1-7 Maret 2010
Berbagai asal terpilih melalui editing seperlunya