Dunia Keris Selamat tiba kerabat perkerisan. Dari judulnya, sudah deket dengan serem, tapi begitulah adanya. Perjalanan Astral, demikian bahasa kekinian banyak orang menyebutnya. Orang Jawa jaman dahulu menyebut perjalanan astral ini dengan kata lebih njawani, yakni Ngrogo Sukmo atau orang Sunda bilang Copot Raga.
Sebelum saya lanjutkan tulisan yang berdasar atas pengalaman pribadi ini, meski sudah saya ulas pada tulisan yang lain, tapi sedikit akan saya cuplik kembali sekilas ihwal proyeksi astral ini. Barangkali sampeyan pernah mengalami pada antara sadar & tidak sampeyan keluar asal raga, bahkan sampeyan mampu berjalan-jalan mengitari ruangan rumah atau melihat teman sampeyan pada ruangan yang lain? Jika pernah mengalami dengan sadar, itu artinya sampeyan memasuki kenyataan perjalanan astral atau meraga sukma ini.
Lalu apakah Ngrogo Sukmo ? Ngrogo Sukmo atau meraga sukam merupakan kemampuan secara sengaja atau tidak sengaja melepaskan jiwa, sukma, atau tubuh halus keluar asal raga insan. Secara sadar atau tidak kita sering melakukan hal tersebut. Para spiritualis & kaum waskita percaya bahwa sukma/roh kita mampu meninggalkan diri kita sepanjang waktu, terutama ketika kita tidur. Bisa jadi sampeyan pernah melakukannya tanpa disengaja, tetapi tidak sedikit orang yang mampu melepaskan ruh/sukma asal raganya, misalnya orang yang menyelidiki ilmu-ilmu yang berbasis kejawen.
Demikian sekilas ihwal meraga sukma atau perjalanan astral. Baik, sekarang kita kembali pada topik awal tulisan ini, yakni pengalaman belajar meraga sukma sendirian. Namun sekali lagi, saya membuatkan ini tanpa terdapat maksud unjuk diri, tapi semata-mata untuk menjadi sekedar bacaan ringan sampeyan & syukur-syukur mampu dipetik hikmahnya.
Jadi betul adanya jikalau terdapat yang bilang, belajar harus memiliki seorang guru. Ya, dalam disiplin ilmu apapun guru merupakan memegang peranan yang sangat krusial, terlebih dalam dunia supranatural. Jila tanpa bimbingan guru, galat-galat petaka akibat, misalnya yang hendak saya ceritakan pada perkerisan ini.
Awalnya, saya mengenal ngelmu ngrogo sukmo (meraga sukma) asal pembimbing spiritual pada Blora (sudah almarhum). Singkat cerita, pada sebuah kesempatan sehabis terdapat pembekalan yang diwejangkan akhirnya saya diajak oleh beliau untuk jalan-jalan pada sebuah tempat pada pesisir utara. Jujur waktu itu saya masih umum sekali dalam pemahaman ihwal sensasi apa akibat ketika melakukan prosesi demikian. Karena didorong hasrat yang kuat & nekat tentunya saya mau saja ketika ditawari beliau untuk mempraktekkan ngelmu tersebut dengan beliau sebagai pembimbingnya.
Berdua, dengan sebatang lilin yang dinyalakan lantas lampu dimatikan. Saya diharuskan memandangi nyala apinya selama bebarapa menit sambil berkonsentrasi & mengamalkan beberapa bait rapalan. Setelah itu saya disuruh memejamkan mata rapat-rapat. Aneh saja, nyala barah lilin tersebut seakan masih terdapat didepan mataku. Padahal, sedah saya pejamkan begutu rapat. Terdengar asal guru spiritual saya yang menanyakan ; warno opo wae sing katon nang mripatmu (rona apa saja yang telihat dimatamu).
Memang, kemudian muncul nyala lilin rona merah, biru, kuning, hijau, bergantian. Ada yang 2 tiga kali muncul, malah rona hitam juga muncul, setiap saya sebutkan barangkali sebagai acuan guru pembimbingku apakah saya siap atau tidaknya diajak melakukan prosesi tersebut. Setelah nyala lilin kemudian tidak muncul lagi kemudian lampu kamarnya dinyalakan.
Iso Lee! Wiwit bengi iki kowe ketoke wes siap! (mampu Nak! Mulai malam ini kamu kelihatannya sudah siap) kata beliu sesaat kemudian. Saya sangat gembira alasannya adalah tak sia-sia usahaku mempersiapkan sesuatunya dengan banyak sekali laris prihatin didasarkan dengan petunjuk beliau agar saya mampu atau sekurangnya berkesempatan meraga sukma, keluar asal tubuh sendiri & melihat tubuh sendiri, misalnya kenyataan seseorang tewas suri baca disini pengalamanku.
Tujuh simpul gaib ditubuh saya dibuka olehnya, agar rohku mampu melepaskan diri asal ragaku & pergi berpetualang ke alam gaib. Setelah beberapa kali saya mencoba, dengan ritual khusus, yaitu cara atau kunci agar mampu melepaskan diri asal kurungan raga, tapi permanen saja gagal, yang terlihat hanya beliau berubah menjadi 2. Satu diantara kembarannya duduk terpekur dengan ketua menunduk, kembaranya yang lain terlihat berdiri dihadapanku.
Setelah berungkali akhirnya saya mendapatkan sensasi ini, beberapa ketika seakan tubuh saya misalnya terkena strum listrik, bergetar & bergelonjotan. Sesuia dengan petunjuk guruku pada moment tepat saya pada suruh melompat melalui ubun-ubun kepalaku. Hampir-hampir saya tidak percaya, melihat diriku duduk serius dalam posisi bersila. Takjub, girang, takut melingkupi perasaan waktu itu. Takjub alasannya adalah ketika itu saya berada pada alam yang bersinar kebiruan. Dan yang cukup aneh, saya mampu melihat ke tempat gelap sekalipun dengan terang.
Berdiri disamping saya, sosok halus guruku yang bersinar kebiruan memberi isyarat agar saya mengikutinya. Saya mencoba berjalan tapi sangat sulit & kaku, bahkan beberapa kali terjatuh. Tubuh bersinar guruku seakan tidak tabah memberi isyarat lagi agar saya mengikutinya. Saya mencoba berjalan sebisaku mengikutinya berjalan keliling dalam rumah.
Saya sangat heran ketika, sinar kebiruan guruku keluar kamar dengan menembus dinding gebyok (papan kayu). Luar biasa! Lucu juga ketika saya berusaha mengikutinya dengan cara ingin membuka pintu kamar dengan cara biasa misalnya biasa. Sedikitpun tangan saya tidak mampu menyentuh pintu tersebut. Dan tembus, menembus pintu pintu tersebut. Secara naluri, saya melangkah saja sambil terpejam, tahu-tahu saya sudah terdapat pada ruang tamu dimana sinar kebiruan guru saya berada.
Setelah berkeliling pada dalam rumah beliau, dengan bahasa isyarat beiau menagajak saya berjalan ke luar rumah. Setiba pada luar rumah, kembali saya pada buat keheranan & takjub. Saya lihat guru spiritual saya tidak lagi berjalan pada tanah, akan teta[i terbang naik beberapa meter asal tanah & menujuk ke arah utara.
Terdengar terang ditelingaku bisikan beliau Jajal Lee, kowe yo iso mabur koyo Mbah. Melu Mbah paran ngalor (coba Nak, kamu juga mampu terbang misalnya Mbah. Ikut Mbah ke arah utara}.
Saya mencoba menjejakkan kakiku ke tanah. Keanehan terjadi tubuhku melayang naik beberapa meter tapi relatif menggeliat miring,hampir jatuh. Setelah berusaha untuk menguasai tubuh halusku & terbang mengikuti guruku ke arah utara. Memenbus kegelapan malam diatas areal hutan jati menuju pesisir utara. Singkat cerita, insiden apa & tujuan ke pesisir utara ini dengan banyak sekali pertimbangan tidak saya ceritakan disini.
Sekembali asal pesisir utara, akhirnya kami menuju kediaman beliau. Dimana raga kami masing-masing menunggu. Takjubnya, sehabis membaca rapalan yang beliau ajarkan sebelumnya, tubuh halusku begitu mendekati raganya tertentu tersedot masuk bagaikan asap yang dengan sangat cepatnya kembali menyatu dengan ragaku. Alam biru perlahan memudar & kesadaran timbul dalam diriku, saya sudah kembali. Sadar sepenuhnya.
Sejalan beriringnya waktu, dimana ketika saya masih sangat mentah dalam hal ngelmu sepuh ini saya kehilangan sosok pembimbing yang sangat mumpuni dalam ngelmu ini. Beliau meninggal alasannya adalah sepuh, terbilang asal penuturan beliau semasa masih hidup bahwa usianya sudah menginjak 96 tahun.
Dengan berbekal sedikit pengetahuan, sepeningal guru spiritual saya, masih beberapa kali saya mencoba mendalami & melakukan sendiri proses itu, meski kenyataanya masih seringkali gagal. Bahkan lebih sering saya justru tertidur ketika sedang dalam proses pelepasan ruh.
Saya masih ingat pertengahan Agustus 2005 silam. Ketika itu saya belajar mengasah kemampuan meraga sukma, seorang diri dikamar sekitar pukul 11 malam. Setelah melakukan doa ke hadiratNya saya melakukan proses penenangan batin & pikiran. Sekitar sepuluh menit kemudian, saya mulai melakukan proses relaksasi dalam. Seperti sensasi sebelumnya, tubuh saya misalnya tersengat listrik hebat beberapa menit. Seakan disengat ribuan voltage listrik. Dari ujung rambut sampai kaki, tubuh saya berguncang hebat.
Sensasi berikutnya, ruh saya dalam perbedaan makna biru melayang ringan pada atas badan wadag saya. Meski sensasi ini berungkali tiap saya melakukan prosesi ini, jujur, permanen saja terdapat rasa sangat bahagia alasannya adalah berhasil melewati proses yang sakit & menguras tenaga. Seperti yang suda-sudah, saya masih belum berani sendirian meninggalkan badan wadag saya & beberapa ketika kemudian tertentu kembali. Tapi, kali ini lain, saya ingin berkeliling dirumah. Aneh saja, ternyata badan halus ini berkecimpung didasarkan apa yang terdapat dipikiran saya. Saat saya ingin ke kamar anak saya, tahu-tahu sampai pada kamarnya.
Setelah asik berkeliling rumah & menembus tembok demi tembok, bahkan saya sedikit berani keluar rumah, meski kemudian masuk lagi kerumah. Nah, terpikir oleh saya kalau saya mengunjungi sahabat saya yang masih satu kampung. Detilnya, dalam proses menuju ke rumah sahabat saya tadi tubuh melayang meski dalam ekuilibrium yang kurang baik. Dalam perjalanan itulah saya dikagetkan oleh gonggongan anjing. Timbul pertanyaan dalam hati, apa mungkin anjing tersebut melihat saya?
Waktu bareng guru pembimbing saya, saya diajak beliau terbang diatas ketinggian tak kurang asal 10 meter, namun ketika saya melakukan sendirian saya masih belum berani setinggi itu, kisaran 2 sampai 3 meter asal tanah, lumayan untuk pemula. Karena situasi telah larut malam, saya hamya melihat beberapa orang tetangga yang masih jagongan pada mulut-mulut gang.
Waktu itu, diluar dugaan, ketika saya melintasi pemakaman yang sangat dimitoskan didaerah saya tinggal, seolah-olah terdapat hawa aneh yang merasuk ke kulit halus saya. Sensasi ini amat sangat cepat tejadi. Bahkan untuk sesaat, saya melihat suasana menjadi gelap.
Saya merasakan ruh saya tersedot oleh sesuatu kekuatan yang sangat kuat. Saya tak ingat dimana waktu itu, betul-betul gelap. Yang passti, saya melihat suasana yang sangat gelap & dingin. Tak lama kemudian saya melihat aneh & temapt yang mengerikan. Sangat bingung ketika itu. Apakah saya sudah tewas atau masih hidup. Yang terang, ruh saya sudah tidak bareng badan wadag saya lagi.
Sebuah citra yang tak terwakili sebuah kosa kata. Ketegangan yang absolut. Jujur, sangat ketakutan dengan dengan pemandangan kanan kiri saya waktu itu. Terlebih ketika melihat makhluk bermata satu, kulit penuh bulu & tingginya hampir tiga meter. Semakin saya berusaha keluar asal tempat menyeramkan itu, semakin kuat perangakap sinar pekat itu membelitku. Sulit sekali menembus perangkap berupa kegelapan tersebut. Pikir saya, inilah akhir hidup saya selama ini.
Ditengah ketidakberdayaan & takut dilingkupi makhluk yang meyeramkan. Mereka misalnya ingin membedah tubuh saya. Tetapi mereka permanen berlaku kaku. Ya, mereka tampaknya tak mampu menjamah tubuh saya, walau ketika itu betul-betul tidak berdaya. Untunglah, ditengah kepanikan tersebut masih teringat dalam benak saya akan wejangan guru spiritual saya ketika terdapat insiden misalnya ini. Dalam keadaan panik, saya berusaha menenangkan pikiran & batin bersamaan dengan melantunkan bait-bait doa & rapalan yang diajarkan almarhum guru spiritual saya.
Anehnya, secara perlahan sinar biru dalam tubuh halus saya semakin menguat & melonggarkan sinar pekat tersebut. Sejenak kemudian hamparan gelap tanpa terdapat sosok-sosk mengerikan tersebut terlihat. Sensasi yang demikian semakin menambah semangat saya untuk menambah semangat saya untuk mampu keluar asal hamparan hitam tersebut, dengan olah batin yang lebih mendalam lagi.
Walhasil, sejenak kemudian tubuh halusku terasa terlempar asal hamaparan pekat tersebut. Terlihat pada depanku, tempat dimana sensasi awal ketika terakhir kali mendekati areal pemakaman tersebut. Tanpa berpikr panjang dalam pikiran saya yang terlintas hanya untuk pulang & kembali ke badan wadag saya. Mengurungkan niat untuk mengunjungi sahabat saya. Sesaat sehabis sampai pada kamar tempat badan wadag saya tertentu saya kembali masuk kesadaran yang sesungguhnya.
Demikian pengalaman saya, ketika melakukan ritual meraga sukma atau belakangan populer dengan proyeksi astral. Tanpa bermaksud untuk menggurui atau sejenisnya. Tak lain sekedar membuatkan pengalaman untuk sebagai wacana bagi kita semua. Terlebih untuk seseorang yang hanya menyelidiki hal yang berkaitan dengan ini yang hanya melalui kitab. Saya sarankan itu jangan, terlalu berbahaya! Yang saya ceritakan disini sama sekali belum mewakili sensasi yang terjadi pada kenyataannya. Barangkali alasannya adalah pengetahuan saya dalam mengolah kosa kata sangat terbatas. Nuwun.