Dunia Keris Selamat datang kerabat perkerisan. Santet, bagi sebagian orang merupakan momok yg sangat menakutkan. Tentu saja dalam hal ini bagi yg percaya. Namun tidak sedikit jua yg mencibir akan keberadaan konduite yg memang tidak bisa kita nafikan pernah terdapat dalam keyakinan masyarakat negeri ini. Nah, pada kesempatan yg kesekian kalinya ini, sebelum aku ajak membincang lebih jauh resep yg dimaksud dalam goresan pena ini, terlebih dahulu aku ajak kisanak untuk menganalogikan keberadaan santet ini dalam logika berpikir. Sesederhana mungkin dan relatif masuk akal.
Baik, kita mulai dari satu pertanyaan paling mendasat terlebih dahulu wacana fenomena santet ini. Aika betul bahwa santet atau teluh terdapat dan bisa digunakan untuk semua orang, pastilah zaman dahulu para opsir atau mayor jenderal Belanda telah bisa dibunuh dengan santet. Todak perlu repot-repot angkat senjata dan bertumpah darah segala. Tetapi, kenapa kita harus berperang secara fisik untuk merebut kemerdekaan?
Sementara, apabila kita berkaca pada sesama bangsa sendiri, banyak yg kena santet atau teluh dengan mudahnya. Ada saja perkara yg berkaitan ilmu yg identik dengan menyakiti yg berakhir tragis ini. Lantas apa penyebabnya?
Sedangkan, apabila kita berpaling pada sesama pribumi, banyak yg kena santet atau teluh dengan praktis. Ada saja perkara yg berkaitan dengan black magic. Apa penyebabnya?
Ragam pertanyaan di atas, aku konfiden banyak di-amin-I oleh banyak orang, termasuk aku tentunya. Jawabannya paling logis merupakan semua alasannya berkaitan dengan alam bawah sadar. Artinya, memori atau keyakinan kita telah terdoktrin sebelumnya. Penyebabnya bisa alasannya kita mendengar cerita wacana fenomena santet itu sendiri, baik itu dari orang tua atau sekitar kita. Sederhananya, tidak bisa sesuatu mempengaruhi fisik kita tanpa melalui pikiran.
Tentu jawaban di atas tidak memuaskan semuanya, akan namun aku tidak hendak berpolemik di sini. Sah-sah saja kok sampeyan menolak estimasi jawaban di atas dengan bilang "Aku ga percaya dengan santet atau teluh. Tapi, mungkinkah bisa?
Sulit kisanak! Tentu pertanyaan lanjutannya, kok sulit, mengapa? Karena, boleh saja saat ini berkata tidak percaya. Tetapi, ingatkah kita bahwa pada kehidupan sebelum saat ini, kita tidak memiliki memori wacana santet atau teluh? Tiada seseorang pun jangan lupa bahwa dalam kehidupan terdahulu, bahwa kita tidak percaya. Semua tergantung memori masa lalu. Dan yg parah, memori tadi tetap eksis dan memiliki efek terhadap kehidupan saat ini.
Sedangkan, mereka yg sejak mungil hidup di Eropa, tidak satupun di sekitarnya membicarakan sesuatu yg di luar akal pikirannya. Mereka senantiasa berpikir secara riil atau logis, tidak atau bahkan jarang yg membicarakan hal yg ghaib, terutama wacana santet. Pola pikir mereka selalu dikaitkan dengan ilmiah dan matematis. Kita atau bangsa timur, selalu memikirkan yg ghaib. Lihat saja, kita belajar spiritual atau pengertian spiritual secara umum mesti dikaitkan dengan kekuatan atau kesaktian. Benar demikian toh.
Adanya kesamaan frekuensi inilah penyebab orang pribumi mirip kita, praktis terkena santet atau teluh. Sesungguhnya, kita tidak bisa dilukai apabila kita tidak menyediakan diri untuk disakiti atau dilukai. Hal yg amat praktis saja, sebagai contoh, suatu saat, kita dimaki dengan istilah kasar, kita marah dan menantangnya berkelahi. Pernahkah kita berupaya menafikkan?
Bukankah masalah yg terjadi di sekitar kita saat ini kebanyakan alasannya istilah. Kita dikatakan oleh seseorang contohnya, 'Kau ucapnya di jalanan begini.' Kemudian kita marah, inilah yg aku maksudkan pengaruh istilah.
Aika saat itu kita menafikkan, ahhh… abaikan saja, toh aku ga rugi dikatai begini dan begitu. Selesaikan masalahnya. Kita sendiri yg bisa menghentikan, apakah sesuatu masalah berhenti atau berkembang. Saat kita menanggapinya, saat itu kita memberi ijin pada orang lain untuk menyakiti kita. Sebaliknya, apabila saat itu, kita berkata Biarkan saja, apa yg dikatakan tidak betul. Untuk pa aku menanggapinya kayak kurang kerjaaan wae. Selesai suatu masalah!
Disinilah kita butuh membuatkan kemampuan untuk memilah, apakah tindakan yg akan kita lakukan memuliakan jiwa atau kesadaran kita, ataukah tindakan yg akan kita lakukan membuat kita semakin nterjebak di dunia ego atau keangkuhan yg kentara-kentara menarik kesadaran kita pada suatu tingkat yg lebh rendah.
Kehadiran kita di bumi saat ini semata untuk membuatkan kecerdasan intelejensia. Bukan kebalikannya, pengembangan intelektual atau kepintaran dunia. Suatu kepintaran yg semata berhitung laba dan rugi secara materi. Inilah bentuk keterikatan atau kemelekatan dunia.
Ya, kita tidak perlu sungkan untuk mengakui bahwa kita selalu saja suka mengidentitaskan diri kita dengan sesuatu yg tidak abadi. Kita lupa bahwa kebahagiaan bukan bergantung pada sesuatu yg tidak abadi. Kebahagiaan sejati terdapat dalam diri setiap insan. Yang diperlukan hanya menyadarinya. Tidak terdapat yg perlu dicari, alasannya memang sesungguhnya kebahagiaan terdapat secara alaminya dalam diri kita.
Sekarang kita beranjak pada penangkal santet paling mujarab dan tanpa repot dengan laku tirakat atau merapal mantera-mantera pribadi. Caranya cukup sederhana kisanak, hanya Tertawa dan Ceria, itulah penangkal santet yg paling ampun. Cara ini aku konfiden semua orang bisa dan tentu tidak harus aku kasih tau caranya toh. Kesannya mengada-terdapat toh, ya masa santet cukup ditangkal dengan tertawa dan cerita. Aneh-aneh saja, begitu kan pertanyaannya?
Baik, mari kita kupas tipis-tipis estimasi aku di atas. Ada beberapa kenalan aku yg selain pemerhati budaya, salah satunya secara khusus menyelidiki wacana fenomena santet ini. Satu saat dalam suatu obrolan ringan, ia berkata ternyata mereka yg suka tertawa dan tak jarang dalam keadaan ceria merupakan target santet yg paling sulit. Megapa bisa demikian?
Mari kita berlogika. Coba amati konduite seseorang anak mungil. Mereka amat ceria. Mereka tertawa riang gembira. Palingan anak mungil duka kalau permintaannya tidak kita turuti. Kalau pun toh contohnya kita belum bisa memenuhinya, sedikit kita bujuk, mereka pergi ceria, riang gembira. Sementara kita yg telah dewasa, dijamin tidak bakalan sanggup mengikuti gerak gerik mereka. Apalagi menjelang lebaran mirip ini, dimana kebutuhan meningkat tajam. Ya, anak mungil begitu energik. Mengapa?
Sangat sederhana jawabannya kisanak. Ketika anak mungil ceria, mereka tidak berpikir. Keadaan emosi mereka sama sekali tiada beban. Saat itu pikiran mereka terbuka, alasannya tidak atau belum berpikir. Ketika situasi demikian, energi ilahi atau semesta mengalir terus menerus dalam diri mereka. Inilah alasan, mengapa mereka tidak kenal lelah. Sangat berbeda dengan syarat emosional orang dewasa mirip kita ini.
Orang dewasa sangat banyak beban pikirannya. Saat itu genre energi ilahi bagaikan terkena blokade. Kita mesti tahu berasal istilah 'manusia'. Kata 'manusia' terdiri dari 2 suku istilah. 'Manas' yg berarti mind. Dan 'isy' yag berarti Ilahi atau Tuhan.
Saat manusia telah dewasa dengan pikiran atau mind banyak beban pekerjaan dan tempat tinggal tangga, mind inilah yg menciptakan blokade genre energi ilahi. Energi ilahi dalam diri terhubung dengan energi semesta. Sesungguhnya, genre energi dari semesta ke setiap insan tiada henti. Terjadi terus menerus. Namun manusia sendirilah yg menciptakan blokade. Mind itulah si blokade genre energi.
Energi ilahi merupakan energi yg luar biasa cerdasnya. Santet berasal atau cintaan dari mind. Jadi tidak mengherankan saat manusia dalam keadaan dikuasai emosi atau mind, tidak sulit dikenai teluh atau santet. Seseorang yg senantiasa ceria dan bahagia serta bersyukur akan sulit untuk di santet. Maka bukalah diri dari blokade mind, maka sulit bagi santet atau teluh mengenai diri sampeyan.
Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana cara menyembuhkan yg telah terkena santet? Saya tidak tahu persisnya mirip apa. Tetap boleh dicoba untuk bertanya pada orang tadi, mau sembuh atau tidak? Aika ia mau sembuh, duduk diam dan perlahan ambil nafas. Jaga pikirannya supaya tidak tanggal dari nafas. Apa relevasinya?
Ketika kita bernafas, saat itu kita hidup dalam kekinian. Tuhan terdapat di saat ini. Tidak terdapat Tuhan kemarin atau di masa depan. Dengan membuka diri terhadap genre energ ilahi, buatlah diri dalam keadaan rileks atau santai. Lantas apa hubungannya?
Ketika seseorang dalam keadaan rileks, mind-nya dalam keadaan melemah. Ia sedang membuka diri terhadap genre energi ilahi. energi yg sangat cerdas. Jangan berupaya mengatur genre energi ilahi. Cukup perhatikan nafas dan rileks. Biarkan energ ilahi membereskan hal yg tidak sinkron dengan tubuh manusia.
Tidak perlu mengosongkan pikiran. Mengosongkan pikiran berarti melawan pikiran. Dan hal ini amat sangat sulit. Yang diupayakan merupakan mengalihkan perhatian. Pikiran amat sangat kuat menolak hasrat. Semakin kita berupaya semakin kuat eksistensinya. Melawan pikiran berarti memberi kekuatan pada pikiran.
Inilah yg dimaksud dengan berserah diri. Rileks dan fokuskan perhatan ke nafas. Tidak perlu berupaya. Dia lebih tahu dan lebih cerdas. Dzikir, doa, atau mantera bisa jua sampeyan kolaborasikan. Nah, bagaimana, cukup logis toh. Sementara sekian dulu kisanak, untuk kurang lebihnya harap dimaklumi. Semoga bermanfaat. Nuwun. Follow @akarasa2
Tatar Galuh, Pamarican, Ciamis, 19/06/2017